Senin, 09 Januari 2012

MAKALAH PEMERINTAHAN DEARAH

Selasa, 08 Januari 2012
MAKALAH PEMERINTAHAN DEARAH
BAB I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang
Mencermati tahun 1997 yang merupakan awal dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia hingga sekarang ini, maka dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk dapat tegar menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam kinerja ekonomi, struktur sosial masyarakat, dan struktur politik bangsa.
Pemerintah selalu mengalami kesulitan dalam upayanya mengentaskan bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan politik. Krisis demi krisis akhirnya menghancurkan modal sosial bangsa. Pada sisi lain terdapat penurunan kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam konteks negara berkembang, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara menyeluruh.
Apa yang perlu dilakukan oleh birokrasi Indonesia dalam suasana yang tidak menentu? Birokrasi dalam pengertian di sini adalah organisasi besar dengan staf yang bekerja penuh waktu yang memiliki sistem penilaian standar, dan hasil kerjanya tidak dinilai secara langsung di pasar eksternal. Perubahan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tidak menghasilkan output yang menguntungkan masyarakat luas. Bahkan terkesan, masyarakat semakin sulit memperoleh hak pelayanan publik. Dunia usahapun konon semakin terperosok.
Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang sating terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini.


I.2 Identifikasi Masalah
Beranjak dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul adalah:
1.Apakah yang dimaksud dengan reformasi birokrasi?
2.Bagaimana mekanisme pelaksanaan reformasi birokrasi tersebut oleh pemerintah?
3.Bagaimana birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi birokrasi?
4.Bagaimana sejarah lahirnya reformasi birokrasi di Indonesia?
5.Apa saja undang-undang yang mencerminkan reformasi birokrasi di Indonesia?
6.Hal apa saja yang terdapat dalam agenda reformasi departemen keuangan?
7.Bagaimana perbedaan pelayanan yang dilakukan oleh Departemen Keuangan sebelum dan sesudah reformasi birokrasi?
8.Permasalahan apa saja yang dihadapi pemerintah dalam proses reformasi birokrasi?
9.Apa saja solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut?

I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mngkaji kembali bagaimana sebenarnya pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana proses dari reformasi birokrasi itu sendiri di Indonesia yang pada kenyataannya belum berjalan secara efektif. Di sisi lain, makalah ini juga membahas salah satu departemen di Indonesia yang telah melaksanakan reformasi birokrasi.

I.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah tinjauan pustaka. Sumber yang kami gunakan dalam menyusun makalah ini adalah beberapa literatur terkait, baik dalam bentuk buku maupun artikel internet, sehingga diharapkan dalam pembuatan makalah ini sumber-sumber yang dipergunakan dapat menjadi bahan rujukan yang akurat agar nantinya informasi yang disampaikan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

BAB II LANDASAN TEORI

II.1 Birokrasi
Pengertian Birokrasi
Jika dilihat dari segi bahasa, birokrasi terdiri dari dua kata yaitu biro yang artinya meja dan krasi yang artinya kekuasaan. Birokrasi memiliki dua elemen utama yang dapat membentuk pengertian, yaitu peraturan atau norma formal dan hirarki. Jadi, dapat dikatakan pengertian birokrasi adalah kekuasaan yang bersifat formal yang didasarkan pada peraturan atau undang-undang dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Secara etimologi birokrasi berasal dari istilah “buralist” yang dikembangkan oleh Reineer von Stein pada 1821, kemudian menjadi “bureaucracy” yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersonal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi dapat dirujuk kepada empat pengertian yaitu,
•Birokrasi dapat diartikan sebagai kelompok pranata atau lembaga tertentu.
•Birokrasi dapat diartikan sebagai suatu metoda untuk mengalokasikan sumber daya dalam suatu organisasi.
•“Kebiroan” atau mutu yang membedakan antara birokrasi dengan jenis organisasi lain. (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003)
•Kelompok orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan. (Castle, Suyatno, Nurhadiantomo, 1983)

Birokrasi Ideal Menurut Weber
Max Weber sebagai bapak birokrasi mengatakan bahwa birokrasi menjadi elemen penting yang menghubungkan ekonomi dengan masyarakat. Weber mengajukan sebuah model birokrasi ideal yang memiliki karakteristik sebagai berikut (dalam Islamy, 2003):
•Pembagian Kerja (division of labour)
•Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchi)
•Adanya sistem aturan (system of rules)
•Hubungan Impersonal (formalistic impersonality)
•Sistem Karier (career system)
Faktor-faktor yang mempengaruhi birokrasi:
1.Faktor budaya
•Budaya dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau uang “pelicin”)
•Budaya “sungkan dan tidak enak” dari sisi masyarakat
•Masyarakat harus menanggung biaya ganda karena zero sum game
•Internalisasi budaya dalam mekanisme informal yang profesional
2.Faktor individu
•Perilaku individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan moralitas
•Perilaku individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki seseorang yang memiliki jabatan dan otoritas
•Perilaku opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup
•Individu yang jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak mendapat tempat
3.Faktor organisasi dan manajemen
•Meliputi struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat
•Struktur birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak terdesentralisasi
•Proses Birokrasi seringkali belum memiliki dan tidak melaksanakan prinsip-prinsip efisiensi, transparansi, efektivitas dan keadilan
•Birokrasi juga sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang kredibel
•Dalam aspek kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya gaji, proses rekrutmen yang belum memadai, dan kompetensi yang rendah.
•Hubungan masyarakat dan pemerintah dalam Birokrasi belum setara; pengaduan dan partisipasi masyarakat masih belum memiliki tempat (citizen charter)
4.Faktor politik
•Ketidaksetaraan sistem birokrasi dengan sistem politik dan sistem hukum
•Birokrasi menjadi “Geld Automaten” bagi partai politik
•Kooptasi pengangkatan jabatan birokrasi oleh partai politik

II.2 Reformasi
Reformasi memiliki interpretasi yang berbeda-beda tergantug pada konteks dari reformasi tersebut. Namun secara umum reformasi dapat diartikan sebagai pembaruan dengan melakukan perubahan menuju arah yang lebih baik karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam sistem yang ada.
Reformasi dapat berupa perubahan total yang radikal tau bisa diidentikkan dengan revolusi ataupun dapat berupa perubahan yang secara bertahap. Hal ini tergantung dari objek yang akan direformasi. Apabila kerusakan dan penyimpangan yang terjadi sudah sangat kronis maka reformasi harus dilakukan secara radikal. Namun apabila penyimpangan yang erjadi dipandang masih ringan maka tidak diperlukan reformasi yang radikal.

II.3 Reformasi Birokrasi
Sebuah negara, dalam mencapai tujuannya, pastilah memerlukan perangkat negara yang disebut pemerintah dan pemerintahannya. Pemerintah pada hakikatnya adalah pemberi pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, maka telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu, diperlukan adanya rangka pemerintahan yang kuat untuk menghadapi dinamika perkembangan masyarakat.
Reformasi birokrasi adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Pengertian dari reformasi birokrasi itu sendiri adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan.
Tahap Tahap Reformasi Birokrasi yang ideal
Mengutip definisi yang diajukan Fauziah Rasad dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), reformasi birokrasi adalah perubahan radikal dalam bidang sistem pemerintahan. Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-langkah manajemen perubahan.Manajemen perubahan adalah proses mendiagnosis, menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan.Ada tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard Business Essentials tahun 2005.
Langkah pertama, memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan.
Langkah kedua, mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
Langkah ketiga, menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan, kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya.
Langkah keempat, fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi tugas tertentu.
Langkah kelima, mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.
Langkah keenam, membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.
Langkah ketujuh, mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung.


Strategi reformasi birokrasi
•Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).
•Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
•Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
•Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan.

II.4 Gambaran Umum Reformasi Birokrasi di Indonesia
II.4.1 Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi
Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.
Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit, tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak.
Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan berikut, seperti :
•Maraknya tindak KKN
•Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap masyarakat tidak maksimal
•Pelayanan publik yang diskriminatif
•Penyalahgunaan wewenang
•Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir

II.4.2 Sejarah Reformasi Birokasi di Indonesia

Reformasi politik 1998 adalah pintu gerbang Indonesia menuju sejarah baru dalam dinamika politik nasional. Reformasi politik yang diharapkan dapat beriringan dengan reformasi birokrasi, fakta menunjukan, reformasi birokrasi mengalami hambatan signifikan hingga kini, akibatnya masyarakat tidak dapat banyak memetik manfaat nyata dari reformasi politik 1998.
Pasca reformasi, ikhtiar untuk melepaskan birokrasi dari kekuatan dan pengaruh politik gencar dilakukan. Kesadaran pentingnya netralitas birokrasi mencuat terus-menerus. BJ Habibie, Presiden saat itu, mengeluarkan PP Nomor 5 Tahun 1999 (PP No.5 Tahun 1999), yang menekankan kenetralan pegawai negeri sipil (PNS) dari partai politik. Aturan ini diperkuat dengan pengesahan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian untuk menggantikan UU Nomor 8 Tahun 1974.
Saat membentuk yang pertama setelah Gus Dur terpilih, sedang terjadi keributan tentang pengangkatan Sesjen di Departemen Kehutanan dimana sesjen tersebut adalah orang dari partai yang sama dengan menteri kehutanan saat itu. Begitu juga terjadi di beberapa departemen dan di Diknas, BUMN, dan lain-lain. Ada beberapa eselon yang diangkat yang dia merupakan orang dari partai yang sama dengan menteri yang membawahi departemen tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana suatu birokrasi pemerintahan tidak terlepas dari intervensi partai politik.
Kemudian ada pula tindakan presiden Abdurrahman Wahid yang menghapuskan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, dengan alas an bahwa departemen tersebut bermasalah, banyak KKN, dan departemen itu dianggap telah mencampuri hak-hak sipil warga negara.
Penghapusan dua departemen tersebut dapat dikatakan sesuai dengan prinsip reinventing government atau ada pula yang menganggap hal ini sebagai langkah debirokratiasasi dan dekonstruksi masa lalu yang dianggap terlalu berlebihan mengintervensi kemerdekaan dan kemandirian publik.
Aturan induk netralitas politik birokrasi Indonesia sudah ada pada pasal 4 Peraturan Pemerintah 1999, yang menyatakan bahwa PNS dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan tidak bertindak diskriminatif, khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam pemerintahan Megawati, para menteri dalam masa itu melestarikan tradisi Golkar, yaitu semua organisasi pemerintah dikaburkan antara jabatan karier dengan non karier, serta jabatan birokrasi dengan jabatan politik. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa ini harapan untuk melakukan reformasi birokrasi tidak akan terlaksana. Hingga pada tahun 2004 barulah dimulai reformasi birokrasi secara riil dengan pembentukan UU.

II.4.3 UU Reformasi Birokrasi

Terdapat 8 UU reformasi birokrasi, di mana saat ini salah satunya sudah disahkan menjadi UU No. 39/2008 tentang Kementerian dan Kementerian Negara. Hingga tahun 2009 nanti, diharapkan dapat dituntaskan setidaknya 3 UU lagi, yakni UU Pelayanan Publik, UU Administrasi Pemerintahan, dan UU Etika Penyelenggara Negara. Sementara 4 UU lainnya, yakni UU Kepegawaian Negara, UU Badan Layanan Umum/Nirlaba, UU Pengawasan Nasional, dan UU Tata Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Keberadaan UU tersebut untuk menjamin kontinuitas pelaksanaan reformasi birokrasi, yang harus menggunakan pendekatan, bukan sepotong-sepotong, dan perlu kesungguhan, dan konsistensi. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang sinergis antara semua elemen bangsa, yang sebenarnya masing-masing tujuan yang baik untuk bangsa dan negara.



BAB III PEMBAHASAN

III.1 Reformasi Birokrasi di Departemen Keuangan Republik Indonesia
Berawal dari lahirnya UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Keuangan Negara; UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bendahara Umum Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pertanggung-jawaban dan Pelaporan Pelaksanaan Keuangan Negara, reformasi birokrasi akhirnya diluncurkan dan Depkeu adalah instansi yang menjadi prototype dalam menjalankannya.
Bersifat Holding Type Organization, Depkeu mempunyai masalah yang sangat kompleks, selain itu Depkeu juga sebuah instansi yang strategis dan merupakan instansi yang memiliki kantor vertikal terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia.
Akhir tahun sebelum peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan reformasi birokrasi resmi dikeluarkan, Depkeu telah merintis reformasi birokrasi di dalam instansinya sendiri dengan sasaran penataan organisasi, perbaikan proses bisnis dan peningkatan manajemen sumber daya manusia. Pada tahun ke-5 tepatnya tahun 2007 semua program reformasi birokrasi mulai disempurnakan dalam perencanaan program utama yang meliputi:
•Penataan organisasi yang meliputi: modernisasi organisasi, pemisahan, penggabungan dan penajaman fungsi oganisasi.
•Perbaikan proses bisnis yang meliputi: analisis dan evaluasi jabatan, analisis beban kerja dan penyusunan Standar Prosedur Operasi (SOP)
•Peningkatan manajemen sumber daya manusia yang meliputi: penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin dan pengintegrasian sistem informasi manajemen SDM.


III.1.1. Tiga pilar reformasi birokrasi
1.Penataan Organisasi
Penataan organisasi Departemen Keuangan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan kebijakan keuangan negara, dan dinamika administrasi publik. Pembenahan dan pembangunan kelembagaan yang terarah dan pro publik diharapkan memberikan dukungan dan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan masyarakat dan negara yang lebih adil dan rasional.
Departemen Keuangan telah memulai proses organization reinventing dalam bentuk penataan organisasi sejak tahun 2002 dan terus berjalan hingga hari ini. Penataan organisasi tersebut meliputi pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi, serta modernisasi.
Penajaman tugas dan fungsi dilakukan di Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Perimbangan Keuangan, dan Badan Kebijakan Fiskal.
Sementara modernisasi diimplementasikan dalam pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Modern Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Utama (KPU DJBC) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan. Dengan modernisasi tersebut, saat ini masyarakat telah dapat memperoleh pelayanan prima pada 3 KPP Wajib Pajak Besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama. Selain itu pelayanan prima juga dapat diperoleh di KPU Tipe A DJBC Tanjung Priok dan KPU Tipe B DJBC Batam. Sementara di 18 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan juga telah beroperasi.
Disamping itu, telah pula dilakukan pemisahan dan penajaman fungsi organisasi yang diharapkan mampu menciptakan struktur organisasi yang menghasilkan kebijakan berkualitas dan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Dengan berorientasi pada aspirasi publik, organisasi Departemen Keuangan tidak bersifat massive, melainkan senantiasa melakukan self reinventing sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Konsekuensinya, ke depan penataan organisasi akan terus menerus dilakukan dengan tujuan utama menjadikan Departemen Keuangan sebagai organisasi birokrasi yang peka terhadap tuntutan pelayanan publik dan menghasilkan kebijakan dan layanan yang adil dan rasional.
2.Penyempurnaan Proses Bisnis
Sebagai organisasi yang pro publik, penyempurnaan proses bisnis di Departemen Keuangan diarahkan untuk menghasilkan proses bisnis yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun SOP yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif , melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Dengan ketiga alat tersebut Departemen Keuangan dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan.

3.Peningkatan Manajemen SDM
Segala hal yang berkaitan dengan pegawai negeri sipil, sebelumnya selalu disebut dengan istilah “kepegawaian” yang identik dengan urusan seperti pengangkatan, kepangkatan dan penggajian pegawai, penyelesaian mutasi, pemberhentian, dan pemensiunan, serta tata usaha kepegawaian. Konsekuensinya hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan dan pengembangan pegawai menjadi kurang tampak, sehingga terkesan tidak menjadi prioritas organisasi.
Perubahan kepegawaian di Departemen Keuangan dimulai pada akhir tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi Biro Kepegawaian sebagai unit yang melaksanakan pengelolaan dan pembinaan kepegawaian. Kajian meliputi perbaikan mekanisme kerja dan desain struktur organisasi untuk mengoptimalisasikan fungsi berupa, (i) perencanaan sumber daya manusia dan rekrutmen, (ii) pembangunan pola mutasi, (iii) pembangunan system assessment center, (iv) pembangunan sistem informasi kepegawaian yang terintegrasi, (v) peningkatan akuntabilitas, dan (vi) peningkatan koordinasi dan kolaborasi dengan unit kepegawaian dan unit teknis terkait.
Perubahan istilah “kepegawaian” menjadi “sumber daya manusia” merupakan bagian dari perubahan pembinaan sumber daya manusia (SDM) dalam konteks Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan. Perubahan tersebut tidak semata-mata menyangkut istilah, tetapi lebih daripada itu merupakan perubahan sistem pengelolaan dan pembinaan SDM.
Pengembangan SDM berbasis kompetensi merupakan tujuan pembinaan SDM di masa depan. Untuk itu, perlu dilaksanakan kegiatan yang mendukung kearah tujuan tersebut yang pada tahun 2007 berupa:
a.Pengintegrasian Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian;
b.Penyusunan pedoman dan penetapan Pola Mutasi;
c.Pembangunan Assessment Center;
d.Penyusunan pedoman Rekrutmen;
e.Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Seluruh kegiatan tersebut merupakan bagian integral dari program perencanaan dan pengembangan SDM, sehingga Departemen Keuangan ke depan akan memiliki SDM yang dan bertanggung jawab yang akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kepada masyarakat.
Prinsip peningkatan manajemen SDM meliputi peningkatan kualitas, penempatan SDM yang kompeten pada tempat dan waktu yang sesuai, sistem pola karir yang jelas dan terukur, pengelolaan SDM berbasis kompetensi, serta keakuratan dan kecepatan penyajian informasi SDM sesuai kebutuhan manajemen.
Program peningkatan manajemen SDM terdiri dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin, dan pengintegrasian Sistem Informasi Pegawai (SIMPEG).

II.1.2. Indikator kerja utama
Visi Departemen Keuangan adalah “Menjadi pengelola keuangan dan kekayaan negara bertaraf internasional yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat, serta bagi proses transformasi bangsa menuju masyarakat adil, makmur, dan berperadaban tinggi.” Guna merealisasikan visi tersebut Departemen Keuangan membangun Roadmap 2005-2009, sebagai acuan bagi kebijakan pimpinan dan unit-unit kerja Departemen.
Dari visi dan misi tersebut kemudian dirumuskan strategi Depkeu. Balanced Scorecard merupakan suatu konsep yang merubah strategi Depkeu menjadi tujuan strategis. Tujuan strategis adalah hal utama yang harus ada dalam Balanced Scorecard, yang kemudian dikembangkan menjadi ukuran-ukuran strategis (Indikator Kinerja Utama/IKU) dan targetnya. Tujuan strategis ini dipetakan di dalam peta strategi. Untuk mencapai target tersebut harus ada inisiatif-inisiatif dari Depkeu.
Setelah semuanya dirumuskan barulah mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan untuk penerapan Balanced Scorecard, hal ini terkait juga dengan pengembangan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Hasil-hasil yang telah dicapai dalam penerapan ini selalu dimonitor dan dilaporkan untuk menjadi umpan balik terhadap strategi yang telah dirumuskan sebelumnya. Balanced Scorecard Depkeu harus diturunkan (cascaded) ke seluruh unit organisasi yang ada di bawahnya.
Balanced Scorecard Depkeu ini disebut Depkeu-Wide sedangkan setelah dicascade ke unit organisasi di bawahnya yaitu ke Eselon I disebut Depkeu-One, Eselon II disebut Depkeu-Two. Direncanakan pada tahun 2010 akan dilaksanakan cascading BSC ke level Eselon III (Depkeu-Three).
Pada awal pengembangannya, Peta strategi Depkeu terdiri atas lima peta yang menggambarkan tema Pendapatan Negara, Belanja Negara, Pembiayaan APBN, Kekayaan Negara, serta Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Namun, dikarenakan terlalu banyak dan rumitnya monitoring atas IKU dari lima peta tersebut maka dilakukan penyempurnaan menjadi satu peta strategi yang terdiri atas 4 perspektif yaitu strategic outcomes/stakeholder, customer, internal process, dan learning and growth. Penyempurnaan peta strategi Depkeu-Wide dilakukan dengan mengintegrasikan lima peta strategi menjadi satu peta strategi. Metode pengintegrasian yang telah dilaksanakan adalah :
1.Brainstorming untuk penyusunan satu peta strategi level Menkeu melalui pemilihan Sasaran Strategis (SS);
2.Penggabungan SS sejenis yang berasal dari lima peta strategi Depkeu-wide;
3.Keterwakilan seluruh unit eselon I sebagai PIC;
4.Menentukan IKU strategis dari tiap unit eselon I sebagai IKU Menkeu.
Peta strategi Depkeu-wide hasil penyempurnaan terdiri dari 20 sasaran strategis dan 36 IKU. Dengan peta strategi yang lebih sederhana diharapkan seluruh Pimpinan Unit Eselon I lebih fokus dalam memonitor kinerja Depkeu, sehingga prinsip ‘strategy focused organization’ dapat diterapkan secara konsisten.





III.1.3 Pencapaian
Beberapa hasil implementasi penataan organisasi dapat dilihat pada tabel berikut.


III.1.4 Pelayanan Departemen Keuangan Sebelum dan Sesudah Reformasi Birokrasi
Guna mewujudkan tujuan peningkatan pelayanan tersebut, telah dilakukan upaya perbaikan dan / atau penyempurnaan layanan, yang meliputi: transparansi proses bisnis internal, menetapkan dan/atau mempersingkat norma waktu penyelesaian layanan, informasi kepastian biaya dan persyaratan administrasi layanan, serta meningkatkan kualitas hasil layanan. Berikut merupakan beberapa gambaran mengenai upaya perbaikan dan / atau penyempurnaan layanan yang ada dalam Departemen Keuangan:
Direktorat Jenderal Pajak (pada Kantor Pelayanan Pajak modern)
No.Jenis Layanan Sebelum Reformasi Setelah Reformasi
1Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pendaftaran NPWP
1 s.d. 3 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap
1 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap

2Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengu kuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
3 s.d. 7 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap
3 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap
3Pelayanan Penyelesaian Permohonan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap
a.2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap, dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang memiliki risiko
rendah.

b.4 (empat) bulan sejak saat diteri-manya permohonan secara llengkap, dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c.12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap, dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh :
•Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak dengan riteria tertentu dan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; atau
•Pengusaha Kena Pajak, termasuk Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a yang semula
memiliki risiko rendah yang berdasarkan hasil pemeriksaan masa pajak sebelumnya ternyata diketahui memiliki resiko tinggi, dilakukan pemeriksaan lengkap baik satu, beberapa, maupun
seluruh jenis pajak


4Pelayanan Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)
1 (satu) bulan sejak SKPLB diterbitkan atau 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima lengkap
3 (tiga) minggu sejak SKPLB diterbitkan atau 3 (tiga) minggu sejak permohonan diterima lengkap

5 Pelayanan Penyelesaian Permohonan Keberatan Penetapan Pajak
12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap
9 ( riteria) bulan sejak tanggal diterima permohonan lengkap

6 Pelayanan Penyelesaian Pemberian Ijin Prinsip Pembebasan PPh Pasal 22 Impor
1 (satu) bulan sejak permohonan diterima lengkap
3 (tiga) minggu sejak surat permohonan diterima lengkap

7Pelayanan Penyelesaian Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor
1 (satu) bulan sejak permohonan diterima lengkap
5 (lima) hari kerja sejak surat permohonan diterima lengkap

8Pelayanan Penyelesaian Permohonan WP Atas Pengurangan PBB
3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima lengkap
2 (dua) bulan sejak surat permohonan diterima lengkap


Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(pada Kantor Pelayanan Utama, dan Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai)
No.Jenis Layanan Sebelum Reformasi Setelah Reformasi
1.Pelayanan Pabean untuk Jalur Prioritas Rata-rata waktu penyelesaian PIB Jalur Prioritas antara 16 menit s.d 3 jam 56 menit (data dari SAP Impor di Ditjen Bea dan Cukai tahun 2007)
a.Pelayanan administrasi Impor selesai paling lama 20 menit sejak data diterima secara lengkap (termasuk konfirmasi bank), kecuali Nota Hasil Intelijen (NHI) yang mengharuskan dilakukan pemeriksaan fisik barang
b.Untuk menjamin kualitas pelayanan, khusus untuk KPU telah ditetapkan:
−Menit Kepatuhan Internal untuk menjamin kinerja pelayanan
−Client Coordinator yang dedicated untuk memberikan asistensi, konsultasi, dan layanan informasi


2.Pelayanan Pabean untuk Jalur Hijau
Rata-rata waktu pelayanan PIB Jalur Hijau :
a.Sesuai Keputusan Dirjen BC Nomor KEP-07/BC/2003 paling lama 4 jam sejak penerimaan PIB di KPBC.
b.Hasil studi oleh JICA 2005 :
−Non-Analyzing Point = 33 menit
−Analyzing Point = 21 jam 59 menit

c.Dari data SAP Impor di DJBC tahun 2007 :
−Dalam hal tdk perlu Konfirmasi Perijinan rata2rata2 antara 16 menit s.d 5 jam 19 menit
−Dalam hal perlu Konfirmasi Perijinan rata2antararata2 antara 10 jam 21 menit s.d 13 jam 27 menit


a.lama 30 (tiga puluh) menit sejak data diterima lengkap (termasuk konfirmasi bank dan konfirmasi perijinan dari instansi terkait)
b.Untuk menjamin kualitas pelayanan, khusus untuk KPU telah ditetapkan :
−Unit Kepatuhan Internal untuk menjamin kinerja pelayanan
−Client Coordinator yang dedicated untuk memberikan asistensi, konsultasi, dan layanan informasi


3.Pelayanan Pabean untuk Jalur Merah
Rata-rata waktu pelayanan PIB Jalur Merah :
a.Sesuai Keputusan Dirjen BC Nomor KEP-07/BC/2003 bahwa :
−SPPB sudah harus diterbitkan paling lama 48 jam (6 hari) sejak penerimaan PIB
−Untuk pemeriksaan fisik barang, pengiriman LHP (Lap. Hasil Pem.) paling lama 40 jam (5 hari) sejak penetapan jalur.

b.Hasil studi oleh JICA 2005 :
- Rata22antara antara 77 jam 28
menit s.d 100 jam 43 menit
c.Dari data SAP Impor di DJBC tahun 2007 :
−Dalam hal tdk perlu Konfirmasi Perijinan rata2rata2 antara 39 jam 40 menit s.d 40 jam 28 menit
−DalammhalperluKonfirmasiPerijinanrata2 hal perlu Konfirmasi Perijinan rata2 43 jam 57 menit s.d 44 jam 1 menit


Jangka waktu penyelesaian pelayanan pabean paling lama 12 jam 30 menit, dengan perincian :
a.Penerimaan dokumen s.d. Penetapan Jalur paling lama 30 menit sejak data diterima lengkap
b.Pemeriksaan fisik (per riteria ukuran 20 feet) :
−dalam hal jumlah dan jenis barang standar, selesai paling lama 3 jam sejak dimulai pemeriksaan.
−dalam hal jenis barang tidak stan dar dan jenis barang tidak lebih dari 5 macam, selesai paling lama 4 jam sejak dimulainya pemeriksaan.

c.Penuangan hasil pemeriksaan ke dalam LHP paling lama 1 jam sejak pemeriksaan fisik barang selesai dilakukan
d.Penelitian dokumen (termasuk penetapan riter dan Nilai Pabean) selesai paling lama 1 hari sejak dimulai penelitian dalam hal jenis barang standar

Untuk menjamin kualitas pelayanan, khusus untuk KPU telah ditetap kan :
a.Unit Kepatuhan Internal untuk menjamin kinerja pelayanan
b.Client Coordinator yang dedicated untuk memberikan asistensi, konsultasi, dan layanan informasi

4.Pelayanan Pendaftaran Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif atau Perseroan
45 (empat puluh lima) hari kerja setelah dokumen diterima dengan lengkap dan memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, atau pada tanggal yang lebih awal jika dinyatakan efektif oleh Bapepam dan LK
35 (tiga puluh lima) hari kerja setelah dokumen diterima dengan lengkap dan memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, atau pada tanggal yang lebih awal jika dinyatakan efektif oleh Bapepam dan LK

5.Pelayanan Proses Penyelesaian Kebe-ratan di Bidang Kepabeanan dan Cukai
a.Jangka waktu penyelesaian: belum ditetapkan
b.Biaya atas jasa pelayanan: tidak ada biaya
c.Persyaratan administrasi :
−Surat penerusan dari Kepala KPBC;
−Surat permohonan keberatan;
−Fotokopi bukti penerimaan jaminan;
−Risalah penetapan;
−Fotokopi SPKPBM
−Fotokopi PIB dan dokumen pelengkap;
−Dokumen lain pendukung argumentasi

a.Surat Keputusan Keberatan diterbitkan paling lama 60 hari kerja sejak dokumen diterima lengkap.
b.Penyelesaian hasil keputusan keberatan dilakukan 3 hari sejak Surat Keputusan Keberatan ditetapkan

6.Pelayanan Pengembalian/Restitusi Bea Masuk dan Cukai Belum ditetapkan Penyelesaian pelayanan pengembalian/restitusi dilakukan paling lama 30 hari kerja terhiitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar, tidak termasuk waktu yang dipergunakan dalam pelaksanaan audit dan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN
7.Pelayanan Segera/ Rush Handling (Impor)
Belum ditetapkan
120 menit setelah dokumen diterima lengkap

8.Pelayanan Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT) untuk Perusahaan Jasa Titipan
Belum ditetapkan
1 hari kerja setelah dokumen diterima lengkap

III.2 Analisis Reformasi Birokrasi di Indonesia
Studi Kasus: Departemen Keuangan Republik Indonesia
Departemen Keuangan merupakan salah satu departemen di Indonesia yang dalam perkembangannya telah melakukan reformasi birokrasi yang terstruktur dengan cukup baik di mana dilakukan reformasi menyeluruh, baik pada level kebijakan, organizational, serta operasional sesuai dengan poin-poin mendasar dalam strategi reformasi birokrasi yang dikemukakan oleh Prof. Eko prasojo pada mata kuliah Sistem Administrasi Indonesia.
Pada level kebijakan, departemen keuangan telah melakukan reformasi birokrasi dalam bentuk peraturan atau kebijakan yang mengatur seluruh aspek yang mendukung proses reformasi birokrasi di tubuh departemen keuangan. Departemen keuangan menciptakan berbagai peraturan atau kebijakan yang mendorong birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hal-hak sipil warga negara dalam mendapatkan pelayanan prima yang yang di dalamnya menyangkut aspek kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, dan gugatan. Contohnya adalah penyusunan Standar Prosedur Operasi (SOP) oleh departemen keuangan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai organisasi yang pro publik, penyempurnaan proses bisnis di Departemen Keuangan diarahkan untuk menghasilkan proses bisnis yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun SOP yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara menyeluruh, melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan adanya standar prosedur operasi tersebut departemen keuangan dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Pada level organizational, reformasi birokrasi dapat dilakukan dalam bentuk perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah. Departemen Keuangan telah memulai proses organization reinventing dalam bentuk penataan organisasi sejak tahun 2002 dan terus berjalan hingga hari ini. Penataan organisasi tersebut meliputi pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi, serta modernisasi. Penajaman tugas dan fungsi dilakukan di Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Perimbangan Keuangan, dan Badan Kebijakan Fiskal, sementara modernisasi diimplementasikan dalam pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Modern Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Utama (KPU DJBC) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan. Disamping itu, di departemen keuangan juga telah pula dilakukan pemisahan dan penajaman fungsi organisasi yang diharapkan mampu menciptakan struktur organisasi yang menghasilkan kebijakan berkualitas dan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Terakhir, pada level operasional, reformasi birokrasi dilakukan melalui perbaikan serta peningkatan kualitas pelayanan yang meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Dalam departemen keuangan, perbaikan pelayanan kepada masyarakat tersebut salah satunya tercermin dalam adanya perubahan waktu yang diperlukan masyarakat untuk mendapatkan layanan, contohnya pada Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pendaftaran NPWP oleh Direktorat Jenderal Pajak (pada Kantor Pelayanan Pajak modern) di mana pada saat sebelum adanya reformasi birokrasi pelayanan tersebut dapat selesai 1 s.d. 3 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. Sejak reformasi birokrasi di departemen keuangan, terjadi peningkatan kualitas layanan menjadi 1 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan dalam hal pemberian layanan kepada masyarakat oleh departemen keuangan.
Selanjutnya, reformasi birokrasi di tubuh departemen keuangan juga dapat dilihat dari segi faktor-faktor yang mempengaruhi birokrasi, diantaranya adalah faktor budaya, faktor individu, faktor organisasi dan manajemen, serta faktor politik.

Dilihat dari faktor budaya, departemen keuangan berusaha merubah budaya dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau uang “pelicin”) menjadi budaya pemberian pelayanan yang professional dengan adanya standar prosedur operasi yang dimiliki oleh departemen keuangan.
Sementara itu, dilihat dari faktor organisasi dan manajemen yang meliputi struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat, departemen keuangan berusaha menyesuaikan dengan perkembangan lingkungannya.
Perbaikan mekanisme kerja dan desain struktur organisasi untuk mengoptimalisasikan fungsi berupa, perencanaan sumber daya manusia dan rekrutmen, pembangunan pola mutasi, pembangunan system assessment center, pembangunan sistem informasi kepegawaian yang terintegrasi, peningkatan akuntabilitas, dan peningkatan koordinasi dan kolaborasi dengan unit kepegawaian dan unit teknis terkait telah dilakukan dalam tubuh departemen keuangan dalam rangka reformasi birokrasi. Perubahan istilah “kepegawaian” menjadi “sumber daya manusia” merupakan bagian dari perubahan pembinaan sumber daya manusia (SDM) dalam konteks Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan. Perubahan tersebut tidak semata-mata menyangkut istilah, tetapi lebih daripada itu merupakan perubahan sistem pengelolaan dan pembinaan SDM.
Meskipun demikian, laporan political and economic risk consultancy (PERC) menunjukkan bahwa birokrasi Indonesia masih termasuk kategori buruk. Para eksekutif bisnis yang disurvei PERC berpendapat masih banyak birokrat Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. PERC juga masih menempatkan Indonesia dalam kelompok negara yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Oleh karenanya, seharusnya pemerintah memiliki komitmen untuk melakukan penguatan lembaga KPK dan Ombudsman yang merupakan salah satu indikator komitmen bangsa dalam penciptaan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN karena ternyata, dalam kenyataannya system birokrasi kita yang dikatakan telah bereformasi (tercermin dari adanya beberapa departemen yang telah melakukan reformasi di tubuh departemennya seperti Departemen Keuangan) masih memiliki banyak kelemahan. beberapa kelemahan yang menonjol yaitu:
1.Lemahnya kehendak pemerintah atau political will/government will
2.Belum ada kesamaan persepsi dan pemahaman tentang visi, misi, tujuan dan rencana tindak tidak jelas;
3.Belum ada kesepakatan menerapkan SIN (single identification/identity number) tentang data kepegawaian, asuransi kesehatan, taspen, pajak, tanah, imigrasi, bea-cukai, dan yang terkait lainnya
4.Masih banyak duplikasi, pertentangan, dan ketidakwajaran peraturan perundang-undangan
5.Kelemahan dalam criminal justice system (sistem penanggulangan kejahatan); penanggulangan kejahatan (criminal policy) belum efektif menggunakan media masa dan media elektronika, kurangnya partisipasi masyarakat, sanksi terlalu ringan dan tidak konsisten, dan criminal policy belum dituangkan secara jelas dalam bentuk represif (criminal justice system), preventif (prevention without punishment), dan pencegahan dini (detektif);
Berbagai upaya parsial telah dilakukan dalam reformasi birokrasi di Indonesia seperti departemen keuangan, kepolisian, BPK, dan sejumlah pemerintah daerah. Namun demikian karena sifatnya yang parsial, reformasi birokrasi masih terkesan berjalan sendiri-sendiri tanpa tujuan. Sehingga masih dapat kita temukan over-regulasi, rendahnya kualitas pelayanan publik, pertanggung jawaban dan akuntabilitas, profesionalisme dan responsiveness yang disebabkan oleh buruknya mind set, culture set dan budaya kerja para birokrat. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu segera dilakukan penataan kelembagaan, kepegawaian berbasis kinerja dengan reward and punishment, penyederhanaan ketatalaksanaan, akuntabilitas kinerja pemerintah, peningkatan pelayanan publik, sistem pengawasan nasional dan pengembangan budaya kerja aparatur negara baik di pusat maupun di daerah yang dilakukan secara sistemik.
Reformasi birokrasi itu sendiri sebenarnya sudah berjalan di Indonesia dengan tahapan tahapan yang mungkin masih kurang sempurna di beberapa tempat. Adapun demikian, sangat disayangkan bahwa ternyata pelaksanaanya tidaklah merata bahkan cenderung sendiri sendiri. Contoh kesuksesan reformasi birokrasi dapat kita dilihat di dalam tubuh Departemen Keuangan yang kini terlihat lebih maju dan birokratis. Masih adanya pelaksanaan birokrasi secara parsial dimana perubahan terjadi berbeda beda ditiap tempat menimbulkan perbedaan, ketidak selaarasan dan kebingungan masyarakat yang berakhir pada ketidakpuasan masyarakat.
Sebenarnya, reformasi birokrasi dapat dilihat keefektivitasannya bila prinsip prinsip good government telah tercapai termasuk public services pemerintah terhadap masyarakatnya. Untuk itu, demi berlangsungnya reformasi birokrasi seharusnya mulai diterapkan system perubahan bersama dalam birokrasi departemen atau jaringan jaringan pemerintah.
BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi terciptanya pelayanan prima bagi masyarakat seperti yang telah dilakukan oleh departemen keuangan.

IV.2 Saran
Untuk memayungi reformasi birokrasi, diupayakan penataan perundang-undangan, antara lain dengan menyelesaikan rancangan undang-undang yang telah ada. Dengan demikian, proses reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya legalitas secara hukum dalam pelaksanaannya.

Untuk membangun bangsa yang bermartabat, harus dilakukan bersama oleh pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik dari able government ke better government dan trust government. Selain itu, diharapkan masyarakat dapat lebih partisipatif dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.


Daftar Pustaka

 http://www.depkeu.go.id

http://reform.depkeu.go.id

http://robeeon.net/politik/birokrasi-indonesia-zamam-orde-baru-dan-zaman-reformasi-adakah-perubahannya.html

http://ruslan.web.id/archives/24

http://www.detiknews.com

Prof. eko prasojo dalam slide berjudul “Reformasi Administrasi dan Good Governance
di Indonesia”

Thoha, Miftah. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Etzioni, Eva dan Halevy. Bureaucracy and Democracy. Rotledge and Kegan. 19

Lampiran: Profil Departemen Keuangan Republik Indonesia

Visi dan Misi Depkeu
Visi :
”Menjadi pengelola keuangan dan kekayaan negara bertaraf internasional yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat, serta instrumental bagi proses transformasi bangsa menuju masyarakat adil, makmur dan berperadaban tinggi”.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Departemen Keuangan mempunyai 5 (lima) misi yaitu :
(i) Misi di Bidang Fiskal
Mengembangkan kebijakan fiskal yan sehat dan berkelanjutan serta mengelola kekayaan dan utang negara secara hati-hati (prudent), bertanggungjawab, dan transparan.
(ii) Misi di Bidang Ekonomi
Mengatasi masalah-masalah ekonomi bangsa serta secara proaktif senantiasa mengambil peran strategis dalam upaya membangun ekonomi bangsa, yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang dicita-citakan konstitusi.
(iii) Misi di Bidang Politik
Mendorong proses demokratisasi fiskal dan ekonomi.
(iv) Misi di Bidang Sosial Budaya
Mengembangkan masyarakat finansial yang berbudaya dan modern.
(v) Misi di Bidang Kelembagaan
Memperbaharui diri (self reinventing) sesuai dengan aspirasi masyarakat dan perkembangan mutakhir teknologi keuangan serta administrasi publik, serta pembenahan dan pembangunan kelembagaan di bidang keuangan yang baik dan kuat yang akan memberikan dukungan dan pedoman pelaksana yang rasional dan adil, dengan didukung oleh pelaksana yang potensial dan mempunyai integritas yang tinggi.
Struktur Organisasi Depkeu

MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH

Malang ,08 Januari 2012
MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pemerintah selaku pemegang kekuasaan eksekutif dibedakan dalam dua pengertian yuridis, yakni:
1. Selaku alat kelengkapan negara yang bertindak untuk dan atas nama negara yang kekuasaannya melekat pada kedudukan seorang kepala negara.
2. Selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas penyelenggaraan pemerintahan atau selaku administrator negara (pejabat atau badan atas usaha negara)

Pemerintahan adalah berkenaan dengan sistem, fungsi, cara, perbuatan, kegiatan, urusan, atau tindakan memerintah yang dilakukan atau diselenggarakan atau dilaksanakan oleh pemerintah. Eksekutif adalah cabang kekuasaan dalam negara yang melaksanakan kebijakan publik (kenegaraan dan atau pemerintahan) melalui peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif maupun atas inisiatif sendiri.
Administrasi (negara) adalah badan atau jabatan dalam lapangan kekuasaan eksekutif yang mempunyai kekuasaan mandiri berdasarkan hukum untuk melakukan tindakan-tindakan, baik di lapangan pengaturan maupun penyelenggaraan administrasi (negara).
Berkaitan hubungan antara pemerintahan dan administrasi negara, maka didalam organisasi modern sebagaimana negara dan perangkatnya, Max Weber mengintroduksi terminologi birokrasi dengan mengatakan sebagai berikut: (Dahl, 1994: 13)
Pemerintah tidak lain adalah yang berhasil menopang klaim bahwa perintahlah yang secara eksklusif berhak menggunakan kekuatan fisik untuk memaksakan aturan-aturannya dalam suatu batas wilayah tertentu. Sedangkan dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan dibentuk birokrasi.
Tugas pokok pemerintahan adalah pelayanan yang membuahkan kemandirian, pembangunan menciptakan kemakmuran. Sedangkan Birokrasi itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Birokrasi patrimonial yang berfungsi berdasarkan nilai-nilai tradisional yang tidak memisahkan antara tugas, wewenang, dan tanggung jawab dinas dengan urusan pribadi pejabat.
2. Birokrasi modern (rasional) dicirikan dengan adanya spesialisasi, hukum, pemisahan tugas dinas dan urusan pribadi.

Lebih jauh berkaitan dengan birokrasi publik di Indonesia, Miftah Thoha (Miftah Thoha, 2000: 4-5) memberikan catatan tentang restrukturisasi dan reposisi birokrasi publik. Sekurangnya terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek penegakan demokrasi, aspek perubahan sistem politik, dan aspek perkembangan teknologi informasi.
1. Aspek Penegakan Demokrasi: Prinsip demokrasi yang paling urgen adalah meletakkan kekuasaan pada rakyat dan bukan pada penguasa. Oleh karena itu struktur kelembagaan pemerintah yang disebut birokrasi tidak dapat lepas dari kontrol rakyat. Wujud kekuasaan dan peran rakyat ialah bahwa pada setiap penyusunan birokrasi harus berdasarkan undang-undang. Berdasarkan undang-undang, rakyat terlibat dalam mendesain dan menetapkan lembaga-lembaga pemerintahan atau birokrasi di pusat maupun di daerah.
2. Aspek Perubahan Sistem Politik: Era reformasi saat ini sungguh menghadapi persoalan kondisi mental, sikap dan perilaku politik warisan rezim terdahulu terutama dalam kerangka single majority Golongan Karya. Pada masa orde baru semua posisi jabatan dalam organisasi publik ditempati oleh kader-kader Golkar. Oleh karena itu tidak dapat dibedakan manakah yang “birokrat tulen” dan manakah “birokrat partisan” Struktur organisasi publik berkembang antara pejabat birokrasi dan pejabat politik. Semua organisasi pemerintah dikaburkan antara jabatan karier dan nonkarier, antara jabatan birokrasi dan jabatan politik.
3. Aspek Perkembangan Teknologi Informasi: Kemajuan jaman dan perubahan global telah menjadikan cara kerja suatu birokrasi dengan menggunakan teknologi informasi. Cara demikian telah menciptakan “birokrasi tanpa batas dan tanpa kertas” Berdasarkan kondisi demikian, maka tatanan organisasi akan berubah menjadi lebih pendek dan ramping. Sesuai dengan asas demokrasi, kewenangan birokrasi menjadi tidak hanya berada pada tataran penguasa melainkan tersebar dimana-mana (decentralized). Birokrasi tanpa batas dan tanpa kertas telah menjadikan birokrasi tidak lagi secara tegas mengikuti garis hirarki. Struktur organisasi bersifat ad-hoc, komite, dan matrik akan menjadi model organisasi mendatang, yang sering disebut sebagai organisasi struktur logis (logical structure).

Menurut Max Weber (Dahl, 1994:13),
pemerintah tidak lain adalah yang berhasil menopang klaim bahwa perintahlah yang secara eksklusif berhak menggunakan kekuatan fisik untuk memaksakan aturan-aturannya dalam suatu batas wilayah tertentu. Sedangkan dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan dibentuk birokrasi.
Sedangkan tugas pokok pemerintahan adalah pelayanan yang membuahkan kemandirian, pembangunan menciptakan kemakmuran
Pada suatu pemerintahan terdapat fungsi legislasi. Fungsi legislasi secara umum adalah fungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan atau pembuatan kebijakan. Mengacu pada pengertian ini, kewenangan legislasi sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh parlemen (DPR/DPRD), tetapi juga oleh institusi-institusi lain seperti eksekutif serta yudikatif. Akan tetapi kajian modul ini hanya akan berfokus pada peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam proses penyusunan Peraturan Daerah (Perda).
Sesuai dengan UU nomor 22 tahun 2003 (tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), DPRD merupakan sebuah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah provinsi/kabupaten/kota. Dalam UU nomor 32 tahun 2004 (tentang Pemerintahan Daerah) menyebutkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan di daerah. Sebagai sebuah lembaga pemerintahan di daerah atau unsur penyelenggara pemerintahan di daerah, DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Untuk fungsi legislasi sendiri, terdapat beberapa peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan fungsi ini, antara lain:
1. Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2. Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD

Fungsi legislasi dari DPRD adalah bersama-sama dengan Kepala Daerah membuat dan menetapkan Perda, yang berfungsi sebagai:
1. Perda sebagai arah pembangunan
Sebagai kebijakan publik tertinggi di daerah, Perda harus menjadi acuan seluruh kebijakan publik yang dibuat termasuk didalamnya sebagai acuan daerah dalam menyusun program pembangunan daerah. Contoh konkritnya adalah Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) atau Rencana Strategik Daerah (RENSTRADA).
2. Perda sebagai Arah Pemerintahan di Daerah
Sesuai dengan Tap MPR Nomor XI tahun 1998 serta UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, maka ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang baik (good governance). Dalam penerapan asas tersebut untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih dan bebas dari KKN, maka asas-asas tersebut merupakan acuan dalam penyusunan Perda sebagai peraturan pelaksanaannya di daerah.
Fungsi penganggaran merupakan salah satu fungsi DPRD yang diwujudkan dengan menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bersama-sama pemerintah daerah. Dalam melaksanakan fungsi penganggaran tersebut DPRD harus terlibat secara aktif, proaktif, bukan reaktif, dan bukan hanya sebagai lembaga legitimasi usulan APBD yang diajukan pemerintah daerah.
Fungsi penganggaran memegang peranan yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, karena APBD yang dihasilkan oleh fungsi penganggaran DPRD memiliki fungsi sebagai berikut:
1. APBD sebagai fungsi kebijakan fiskal
Sebagai cerminan kebijakan fiskal, APBD memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu:
a. Fungsi alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa APBD harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran, mengurangi pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. APBD harus dialokasikan sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan.
b. Fungsi distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Jika fungsi distribusi APBD berjalan dengan baik, maka APBD dapat mengurangi ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal.
c. Fungsi stabilisasi
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa APBD merupakan alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
2. APBD sebagai fungsi investasi daerah
Dalam pandangan manajemen keuangan daerah, APBD merupakan rencana investasi daerah yang dapat meningkatkan daya saing daerah dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, APBD harus disusun sebaik mungkin agar dapat menghasilkan efek ganda (multiplier effect) bagi peningkatan daya saing daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkesinambungan.
3. APBD sebagai fungsi manajemen pemerintahan daerah
Sebagai fungsi manajemen pemerintahan daerah, APBD mempunyai fungsi sebagai pedoman kerja, alat pengendalian (control), dan alat ukur kinerja bagi pemerintah daerah. Dengan kata lain, dipandang dari sudut fungsi manajemen pemerintah daerah, APBD memiliki fungsi perencanaan, otorisasi, dan pengawasan. Dalam penjelasan PP Nomor 58/2005, fungsi perencanaan, otorisasi, dan pengawasan didefinisikan sebagai berikut:
a. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Uraian di atas memberikan gambaran jelas bahwa fungsi penganggaran memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan daerah. Selain itu, fungsi penganggaran yang baik mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Pengawasan adalah mutlak diperlukan, sebab pengawasan merupakan salah satu kegiatan dalam rangka upaya pencegahan. Jadi norma pengawasan harus benar-benar diatur secara rinci, sistematis, dan jelas, baik menyangkut instansi/pajabat pangawas, obyek pengawasan, prosedur (tata cara), koordinasi, persyaratan, dan akibat pengawasan.
Pengawasan terhadap kegiatan usaha ini sekurang-kurangnya meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu:
1. Pemantauan penaatan (compliance monitoring).
2. Pengamatan dan pemantauan lapangan.
3. Evaluasi.

Paling tidak ada empat faktor yang menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi daerah menurut Bagir Manan (2002) yaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan, hubungan pengawasan dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah. Dikaitan dengan topik kajian ini yang, maka uraian berikut akan lebih menitik beratkan pada hal-hal yang berkaitan dengan pengawasan.
Hubungan kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila:
Pertama, urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur dengan cara tertentu pula.
Kedua, sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa, sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.
Ketiga, sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan sepihak oleh Pusat, sehingga dapat menimbulkan pengaruh pada keuangan daerah.
UU Nomor 22 Tahun 1999 sangat mengendorkan sistem pengawasan. Dalam Penjelasan Umum angka 10 menyatakan:
“… sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberi kebebasan kepada daerah otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah.”
Karena itu peraturan daerah yang ditetapkan daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Meniadakan syarat pengesahan (preventief toezicht) dapat menimbulkan masalah hukum yang rumit
B.Keuangan Daerah
Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah menjadi semakin penting karena adanya keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan. Selain itu juga karena semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi daerah yang pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat di daerah. Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.
Mamesah (1995: 16) mengemukakan bahwa keuangan negara ialah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kekayaan daerah ini sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku.
Pemerintah daerah sebagai sebuah institusi publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan memerlukan sumber dana atau modal untuk dapat membiayai pengeluaran pemerintah tersebut (goverment expenditure) terhadap barang-barang publik (public goods) dan jasa pelayanan. Tugas ini berkaitan erat dengan kebijakan anggaran pemerintah yang meliputi penerimaan dan pengeluaran.
Pemerintah dalam melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab memerlukan dana yang cukup dan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya tuntutan masyarakat, kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Dana tersebut diperoleh melalui kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai sumber pembiayaan. Oleh karena itu, keuangan daerah merupakan tolak ukur bagi penentuan kapasitas dalam menyelenggarakan tugas-tugas otonomi, di samping tolak ukur lain seperti kemampuan sumber daya alam, kondisi demografi, potensi daerah, serta partisipasi masyarakat.
Tujuan utama pengelolaan keuangan daerah, yaitu (1) tanggung jawab, (2) memenuhi kewajiban keuangan, (3) kejujuran, (4) hasil guna, dan (5) pengendalian (Binder, 1984: 279). Dalam upaya pemberdayaan pemerintah daerah saat ini, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah sebagai berikut (Mardiasmo, 2000: 3) :
1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented). Hal tersebut tidak hanya terlihat dari besarnya pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat dari besarnya partisipasi masyarakat (DPRD) dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan daerah.
2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan anggaran daerah pada khususnya.
3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran serta dari partisipasi yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, Kepala Daerah, Sekda dan perangkat daerah lainnya.
4. Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas.
5. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, Kepala Daerah, dan PNS, baik rasio maupun dasar pertimbangannya.
6. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi tahunan.
7. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang-barang daerah yang lebih profesional.
8. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, serta transparansi informasi anggaran kepada publik.
9. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah.
10. Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi, sehingga memudahkan pelaporan dan pengendalian, serta mempermudah mendapatkan informasi.
















BAB II
OTONOMI DAERAH

A.Arti Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu outus yang berarti sendiri dan nomos berarti undang-undang. Menurut perkembangan sejarah pemerintahan di Indonesia, otonomi selain mengandung arti perundang-undangan juga mengandung arti pemerintahan atau perundang-undangan sendiri (Pamudji, 1982: 45).
Sesuai dengan Pasal 1 butir (h) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri atau aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan bagi pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Untuk melaksanakan tujuan itu, maka kepada daerah diberikan wewenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan.
Untuk pemerintah Propinsi hanya diberikan otonomi terbatas yang meliputi kewenangan lintas kabupaten dan kota. Selain itu, kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan oleh daerah kabupaten atau kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya (Pasal 9 ayat 1 dan 2 UU No. 32 Tahun 2004).
Hal tersebut menunjukkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Ini berguna untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Untuk dapat mencapainya, maka titik berat otonomi diletakkan di daerah kabupaten dan daerah kota dengan pertimbangan bahwa daerah kabupaten atau kota langsung berhubungan dengan masyarakat.
Menurut Utomo (2000), seluruh khasanah politik dan pemerintahan di Indonesia, termasuk manajemem pemerintahan daerah, membicarakan mengenai otonomi, desentralisasi atau demokrasi lokal yang harus menitik beratkan adanya kewenangan. Dengan kewenangan yang dimiliki, akan memotivasi daerah untuk menumbuhkan inisiatif dan kreativitas tidak saja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi juga untuk tercapainya kemandirian daerah.
Meskipun tidak dapat ditolak bahwa penyelenggaraan manajemen pemerintahan daerah diperlukan adanya keuangan yang cukup memadai. Hal ini dapat terjadi suatu polemik “apa artinya kewenangan apabila tidak ada uang atau sebaliknya apa artinya memiliki uang kalau tidak memiliki kewenangan”.
Kewenangan menjadi central issues dalam pelaksanaan otonomi karena untuk mengembalikan kekuasaan dari tangan penguasa kepada kedaulatan rakyat. Di samping itu, untuk menumbuhkan kemandirian dan pemberdayaan daerah dan masyarakat daerah. Selama beberapa tahun yang lalu, kewenangan belum pernah dirasakan dan dipegang oleh daerah, sehingga tidaklah mengherankan apabila di era reformasi sering terjadi adanya euphoria yang berlebihan ataupun juga defence mechanism yang terlalu ketat padahal kewenangan belum secara nyata dilimpahkan.
Pada prinsipnya, hakekat otonomi daerah ialah mempunyai sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk melaksanakan tugas otonomi, serta mempunyai anggaran belanja yang ditetapkan sendiri. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, ada tiga faktor yang menentukan, yaitu perangkat, personalia, dan pembiayaan atau pendanaan daerah
B.Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah
Agar dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang menitik beratkan pada Daerah sesuai dengan tujuannya, seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa penyelenggaraan pemerintah daerah mempunyai prinsip sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan kota, sedangkan untuk propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada bagi wilayah administrasi.
6. Pelaksanaanh otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administratif untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.

Berdasarkan prinsip tersebut di atas, maka dapat diartikan bahwa peranan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah cukup besar. Terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, akan tetapi masih tetap dalam kerangka memperkokoh negara kesatuan sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Prinsip-prinsip tersebut perlu dipahami oleh setiap aparatur pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan pemerintah pusat sebagai perumus kebijaksanaan.
C.Keberhasilan Otonomi Daerah
Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai berikut:
1. Kemampuan struktural organisasi
Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas.
2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang diinginkan.
3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan.
4. Kemampuan keuangan daerah
Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan rumah tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian dari subsidi pemerintah pusat.
Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan, serta faktor organisasi dan manajerial. Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintah daerah karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup penulisan ini sebagai faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu daerah otonom untuk dapat mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya. Ketiga, peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar kegiatan pemerintah daerah. Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka diperlukan organisasi dan pola manajemen yang baik.
Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik pula. Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia sebagai subyek sudah baik pula.
Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara tersebut. Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang telah diberikan kepadanya.
Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah, sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka yang bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak diperlukan anggaran yang baik pula.
Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi dan lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari aparat yang menggunakannya.
Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer daerah.




BAB III
PENUTUP
Reformasi di segala bidang yang di dukung oleh masyarakat dalam mensikapi permasalahan yang terjadi, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah menyebabkan lahirnya otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan reformasi.

Indonesia memasuki Era Otonomi Daerah dengan diterapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (kamudian menjadi UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.33 Tahun 2004 ) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Selain itu juga dilaksanakan pula dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannnya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai bagian utama dari tujuan nasional.

Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Untuk itu, otonomi daerah diharapkan dapat (1) menciptakan efisinesi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah, (2) meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, (3) membudayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisifasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002).

Dalam otonomi daerah, pimpinan daerah memegang peran sangat srategis dalam mengelola dan memajukan daerah yang dipimpinnya. Perencanaan strategis sangat vital, karena disanalah akan terlihat dengan jelas peran kepala daerah dalam mengoordinasikan semua unit kerjanya. Betapapun besarnya potensi suatu daerah, tidak akan optimal pemanfaatannya bila bupati/walikota tidak mengetahui bagaimana mengelolanya. Sebaliknya, meskipun potensi suatu daerah kurang, tetapi dengan strategis yang tepat untuk memanfaatkan bantuan dari pusat dalam memberdayakan daerahnya, maka akan semakin meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang ada. Seagaimana dijelaskan dalam pasal 156 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2004, kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Untuk itulah, perlu kecakapan yang tinggi bagi pimpinan daerah agar pengelolaan dan terutama alokasi dari keuangan daerah dilakukan secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan pembangunan daerah.

Otonomi daerah harus diikuti dengan serangkaian reformasi sektor publik. Dimensi reformasi sektor publik tersebut tidak sekadar perubahan format lembaga, akan tetapi menyangkut pembaruan alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik tersebut secara ekonomis, efisien, efektif transparan, dan akuntabel sesuai dengan cita-cita reformasi yaitu menciptakan good governace benar-benar tercapai.

Untuk mewujudkan good governace diperlukan reformasi kelembagaan (institutional reform) dan reformasi manajemen publik (public management reform). Reformasi kelembagaan menyangkut pembenahan seluruh alat-alat pemerintahan di daerah, baik struktur maupun infrastrukturnya. Reformasi manajemen sektor publik terkait dengan perlunya digunakan digunakan model manajemen pemerintahan yang baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, misalnya new public management yang berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorinentasi pada kebijakan. Penggunaan paradigma new public management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah. di antaranya perubahan pendekatan dalam dalam penganggaran, yakni dari penganggaran tradisional (traditional budget) menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance budget), tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetensi tender (compulsory competitive tendering contract).

Sejalan dengan perlunya dilakukan reformasi sektor publik, diawal periode otonomi daerah, telah keluar sejumlah peraturan pemerintah (PP) sebagai operasionalisasi dari Undang-undang Otonomi daerah. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan daerah selama ini menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang-undang dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.

Adapun kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 merupakan bagian dari kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

Pengelolaan keuangan daerah harus Transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, Akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam artii bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, Value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah (yang tertuang dalam APBD) yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

KAJIAN PENGEMBANGAN

MAKALAH
KAJIAN PENGEMBANGAN
KAWASAN INDUSTRI (KI) ELEKTRONIKA DI INDONESIA


I. Terminologi
1. Kawasan Industri
Terminologi Kawasan Industri (menurut BPPIP-Deperindag) sesuai dengan Keppres 53 tahun 1989, dan telah diperbaiki dengan Keppres 41 tahun 1996 tentang Kawasan Industri :
(1) Pengertian Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang memiliki Ijin Usaha Kawasan Industri.
(2) Terminologi Kawasan Industri di Indonesia sering disebut dengan istilah Industrial Estate sementara di beberapa negara digunakan istilah Industrial Park
(3) Berdasarkan pengertian di atas, suatu areal industri dapat menggunakan istilah Industrial Estate atau Industrial Park, harus memenuhi 2 ciri utama, yaitu :
 Merupakan lahan yang disiapkan sudah dilengkapi prasarana dan sarana penunjang
 Dalam pengelolaannya, t terdapat suatu badan/manajemen pengelola (perusahaan) yang telah memiliki izin usaha sebagai Kawasan Industri
Dari sebanyak 203 kawasan industri yang pernah direncanakan di Indonesia, sampai saat ini terdapat 68 kawasan industri yang beroperasi. Sebagian besar berada di propinsi di P. Jawa. P. Sumatera pada propinsi Riau (Batam) dan Sumut.
2. Industri Elektronika
Industri Elektronika yang dimaksud dalam kajian ini (BPPIP Deperindag) adalah jenis-jenis industri yang menurut sistem pendataan BPS Tahun 2004 termasuk kelompok :
 KKI 29309 (alat-alat listrik lainnya untuk keperluan rumah tangga), dan
 KKI 30, 31 dan 32 yang diperinci menjadi 18 jenis KKI 5 digit (30001 s/d 32300)
Dari pengamatan terhadap hasil studi yang pernah dilakukan di lingkungan Deperindag diperoleh sinyalemen yang menyatakan bahwa 60 – 70 % industri elektronika di Indonesia berlokasi di Kawasan Industri.

II. Latar Belakang :
Hal pokok yang menjadi Latar Belakang Kajian Pengembangan KI Elektronika :
(1) Penataan (pengarahan) lokasi/wilayah kegiatan industri dalam konstelasi pembangunan yang berwawasan lingkungan dan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
(2) Sesuai Peran Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai Fasilitator dalam konteks pembangunan Industri Nasional (Dunia Usaha Industri) khusus bagi Industri Elektronika




III. Tujuan :
Untuk mengetahui apakah di Indonesia perlu untuk mengembangkan Kawasan Industri Khusus untuk jenis industri elektronika, berdasarkan analisis terhadap karakteristik industri elektronika yang saat ini berkembang di Indonesia.

IV. Sasaran :
Diperolehnya suatu kesimpulan yang relevan yang dapat mendukung pernyataan bahwa Kawasan Industri Eleketronika memang perlu atau tidak perlu didirikan di Indonesia.

V. Ruang Lingkup : (selain aspek uraian kawasan industri)
Lingkup kajian jenis Industri Elektronika yang dimaksud dalam kajian ini adalah jenis-jenis industri yang menurut sistem pendataan BPS Tahun 2004 termasuk kelompok :
 KKI (Klasifikasi Komoditas Industri/Indonesia) 29309 (alat-alat listrik lainnya untuk keperluan rumah tangga), dan
 KKI (Klasifikasi Komoditas Industri/Indonesia) 30, 31 dan 32 yang diperinci menjadi 18 jenis KKI 5 digit (30001 s/d 32300)
Secara umum, pada dasarnya sudut pandang yang sering dibahas dalam masalah Lokasi Industri adalah karena adanya faktor Aglomerasi dan Deglomerasi. Termasuk pula pandangan sementara terhadap pola persebaran lokasi industri elektronika.
Adanya Faktor Aglomerasi, menyebabkan jenis-jenis tertentu akan cenderung berdekatan satu sama lainnya karena kemungkinan adanya :
 ketergantungan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong atau keterkaitan lain),
 kebersamaan-kemudahan dalam memperoleh sarana-prasarana penunjang dan sebagainya.
Sebaliknya, Faktor Deglomerasi menyebabkan jenis-jenis tertentu cenderung tidak (tidak perlu) berdekatan sama lainnya karena :
 tidak terdapat ketergantungan dalam proses produksi
 lebih tergantung pada faktor produksi masing-masing (tenaga kerja, pasar dan lain-lain)
Dalam kaitannya dengan kajian ini, perlu diketahui secara konkrit mengenai karakteristik industri elektronika di Indonesia, apakah jenis-jenis industri elektronika yang ada saat ini memiliki saling keterkaitan produksi sebagai dasar konsep-konsep pengembangan kawasan industri elektronika ideal.
Disisi lain, industri elektronika pada umumnya tidak memerlukan sistem pengolahan limbah cair khusus, relatif kecil dalam mengkonsumsi air bagi proses produksi-nya, sehingga kemungkinan pula lebih “mudah” menyiapkan Kawasan Industri-nya. Dengan demikian, alasan untuk mendirikan atau tidak mendirikan Kawasan Industri Elektronika kemungkinan dapat pula ditinjuan dari sisi lain (selain keterkaitan produksi).
Selanjutnya, bila sinyalemen bahwa industri elektronika di Indonesia 60-70% berada di dalam kawasan industri kawasan industri, maka perlu diketahui (hipotesa?) apa yang menjadi faktor penarik/pendorong-nya, padahal seperti diketahui harga jual/sewa lahan di kawasan industri relatif lebih mahal dibanding lahan di luar kawasan industri.













VI. Output Makalah (Rekomendasi Kajian) :
Merupakan uraian rekomendasi studi, bila diputuskan layak atau tidak/belum layak atau belum perlu untuk dikembangkan suatu Kawasan Industri Elektronika di Indonesia, disusun oleh Ahli Bidang Industri Elektronika)


VII.Perkiraan Out Line Makalah
Isi/materi makalah rencananya akan diedit/digabung dengan yang dibuat oleh staf BPPIP-Deperindag. Penyajian data-Tabel-Gambar/Bagan dll, uraian dan analisis/pembahasan mengenai Aspek Lokasional dan Kawasan Industri akan dilakukan oleh Staf BPPIP Deperindag.
Sedangkan yang diperlukan dari Ahli Bidang Industri Elektronika adalah penyajian data (mungkin bentuk Tabel/Bagan dll), uraian analisis/pembahasan mengenai Aspek Keterkaitan Produksi/Industri dan bagian Rekomendasi yang merupakan konteks-nya.

Secara sistematis, gambaran/perkiraan materi makalah berdasarkan Out Line sebagai berikut :

BAGIAN I : PENDAHULUAN
(Sudah ada, perlu tambahan/catatan dari Ahli Bidang Industri Elektronika)
1.1 Latar Belakang Kajian
1.2 Tujuan dan Sasaran Kajian
1.3 Ruang Lingkup Kajian
1.4 Metode Pendekatan Analisis

BAGIAN I II : POLA PERSEBARAN KAWASAN INDUSTRI DI INDONESIA
(Sudah ada sebagian besar, bila perlu dan kalau ada data-informasi penting lain mengenai kawasan industri terkait dengan pengembangan industri elektronika, bisa ditambahkan oleh Penulis/Ahli Bidang Industri Elektronika)

BAGIAN III : KARAKTERISTIK INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA
( atau sistemetika/judul sub-bagian lain menurut penulis/pembahas)

3.1 Klasifikasi Industri Elektronika di Indonesia
3.2 Pola Keterkaitan Antar Industri
3.2 Identifikasi Faktor Pendorong/Penarik Bagi Lokasi Industri Elektronika di Indonesia (Membuat hipotesa dari sisi karakteristik kegiatannya, mengapa industri elektronika ada yang berlokasi di dalam dan di luar Kawasan Industri)
dst ……

BAGIAN IV : KARAKTERISTIK KEBUTUHAN SARANA-PRASARANA INDUSTRI ELEKTRONIKA
(Uraian ini berkaitan dengan pengembangan kawasan industri pada umumnya. Data sudah ada sebagian besar berasal dari studi-studi literature yang ada, bila perlu dan kalau ada data penting lain mengenai kebutuhan sarana-prasarana industri elektronika, bisa ditambahkan oleh Penulis/Ahli Bidang Industri Elektronika)

BAGIAN V : KELAYAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI ELEKTRONIKA
(oleh Penulis Ahli Bidang Industri Elektronika)

“Kelayakan” bisa dilihat dari (?) :
- Teknis dan Biaya Pembangunan Kawasan Industri (Oleh Staf Deperindag)
- Tercapainya efisiensi karena faktor aglomerasi, sehingga meningkatkan daya saing industri elektronika
- Minat (hipotesa) dari dunia usaha industri elektronika untuk berlokasi dan beraglomerasi di kawasan industri
- dll

“Ketidaklayakan” bisa disebabkan dari (?) :
- Antar industri elektronika di Indonesia memang tidak memiliki keterkaitan produksi, sehingga industri tidak harus ber-aglomerasi di suatu kawasan industri
- Minat (hipotesa) dari dunia usaha industri elektronika untuk berlokasi dan beraglomerasi di kawasan industri
- dll

Mungkin sebagai gambarannya perlu dipaparkan Keuntungan-Kerugian (Plus-Minus) bila Industri Elektronika berada di dalam Kawasan Industri dan bila Industri Elektronika berada di luar Kawasan Industri

BAGIAN VI : REKOMENDASI
(Berisi uraian rekomendasi studi, bila diputuskan layak atau tidak/belum layak atau belum perlu untuk dikembangkan suatu Kawasan Industri Elektronika di Indonesia, disusun oleh Ahli Bidang Industri Elektronika)

SEJARAH PEMBENTUKAN BUMI

Selasa, 08 Januari 2012
SEJARAH PEMBENTUKAN BUMI
1. Pengertian Bumi
Bumi adalah sebuah planet yang bergerak mengelilingi matahari. Planet bumi dari waktu ke waktu mengalami perkembangan dan perubahan terus menerus tanpa henti. Perubahan dan perkembangan itu dikendalikan terutama oleh proses-proses endogenik dan eksogenik, serta seluruh perkegerakan benda langit. Bumi yang berbentuk bulat berputar mengitari porosnya dan berputar mengelilinggi matahari. Hal itu menyebabkan terjadinya perbedaan iklim, terjadinya arus air laut dari wilayah dengan iklim dingin (kutub) ke wilayah beriklim panas (tropis) dan perubahan arus udara. Terjadi perubahan cuaca serta perubahan suhu global dari waktu ke waktu.
2. Proses terjadinya bumi
Pembentukan bumi tidak terlepas dari proses pembentukan alam semesta, dimana bumi merupakan salah satu planet yang dihuni oleh manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
a. Teori Nebula
Berkaitan dengan pembentukan bumi ini, Lapplace secara terus-menerus mengembangkan konsepsi dari Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Lapplace asal mula bumi terbentuk oleh adanya kabut berupa gas yang saling mendekati satu sama lainnya. Pada saat mendekat terjadilah suatu pusaran pada inti kabut. Pusaran semakin lama semakin cepat dan kabut disekitarnya tersedot dan ikut berputar sehingga putaran kabut semakin lama semakin cepat dan bola kabut semakin besar. Dengan kecepatan pusaran yang sangat cepat, menimbulkan gesekan antara masa kabut yang mengakibatkan timbulnya panas. Suhu semakin tinggi sesuai dengan semakin cepatnya gesekan diantara masa kabut itu. Titik kulminasi suhu tersebutmenimbulkan kabut tersebut berpijar (nebula) yang berputar secara sentrifugal.
Pada kondisi perputaran yang maksimum, sebagian nebula tidak kuat untuk bertahan sehingga terlontardan terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pecahan-pecahan nebula itu berputar sendiri-sendiri dengan kecepatan yang berbeda. Pada kondisi suhu maksimum terjadi reaksi inti (nuklir), dimana unsur ini mengalami pembentukan dari unsure sederhana menjadi unsure yang kompleks. Dengan menurunnya suhu, reaksi nuklir terhenti, maka terbentuklah susunan bumi serta planet dan tata surya lainnya yang kita lihat sekarang ini. Pada waktu itu bumi juga mengalami reaksi, sehingga bumi mengeluarkan sebagian dari bagiannya dalam keadaan panas dan lama-lama dingin, dari bagian bumi yang terlepas itu akan terbentuk lubang yang sekarang diduga sebagai Samudra Pasifik
b. Teori Pasang Surut Gas
Pada tahun 1917 sarjana Inggris, james Jeans (1877-1946) dan Herald Jeffries, menggunakan teori tentang terjadinya planet-planet termasuk juga bumi. Menurut hipotesis ini pada suatu saat sebuah bintang yang hamper sama besarnya yang hamper sama dengan matahari melintas di dekat matahari. Hal ini menimbulkan terjadinya pasang pada matahari. Pasang ini berbentuk cerutu yang lebih besar. Bentuk cerutu yang lebih besar ini kemudian bergerak mengelilingi matahari dan mengalami perpecahan menjadi sejumlah butir-butir yang kecil, sehingga akhirnya membentuk gumpalan-gumpalan sebesar planet-planet yang ada sekarang. Hal yang sama juga terjadi pada pembentukan satelit dan planet.
c. Teori Peledakan Bintang
Teori ini dikemukakan oleh ahli astronomi dari Inggris Fred Hoyle pada tahun 1956. Kemungkinan matahari memiliki kawan sebuah bintang (matahari juga bintang) dan pada mulanya berevolusi satu sama lain. Ada juga diantaranya yang memadat dan mungkin terjerat di dalam orbit keliling matahari. Banyak bintang yang meledak akan bebas di ruang angkasa. Teori ini didukung oleh ahli astronomi, karena banyak bintang ganda atau kembar telah diketahui ternyata memang ada.
d. Teori Big Bang
Berdasarkan Theory Big Bang, proses terbentuknya bumi berawal dari puluhan milyar tahun yang lalu. Pada awalnya terdapat gumpalan kabut raksasa yang berputar pada porosnya. Putaran yang dilakukannya tersebut memungkinkan bagian-bagian kecil dan ringan terlempar ke luar dan bagian besar berkumpul di pusat, membentuk cakram raksasa. Suatu saat, gumpalan kabut raksasa itu meledak dengan dahsyat di luar angkasa yang kemudian membentuk galaksi dan nebula-nebula. Selama jangka waktu lebih kurang 4,6 milyar tahun, nebula-nebula tersebut membeku dan membentuk suatu galaksi yang disebut dengan nama Galaksi Bima Sakti, kemudian membentuk sistem tata surya. Sementara itu, bagian ringan yang terlempar ke luar tadi mengalami kondensasi sehingga membentuk gumpalan-gumpalan yang mendingin dan memadat. Kemudian, gumpalan-gumpalan itu membentuk planet-planet, termasuk planet bumi.

3. Teori-teori tentang perkembangan muka bumi
Dalam perkembangannya, planet bumi terus mengalami proses secara bertahap hingga terbentuk seperti sekarang ini. Ada tiga tahap dalam proses pembentukan bumi, yaitu:
1. Awalnya, bumi masih merupakan planet homogen dan belum mengalami perlapisan atau perbedaan unsur.
2. Pembentukan perlapisan struktur bumi yang diawali dengan terjadinya diferensiasi. Material besi yang berat jenisnya lebih besar akan tenggelam, sedangkan yang berat jenisnya lebih ringan akan bergerak ke permukaan.
3. Bumi terbagi menjadi lima lapisan, yaitu inti dalam, inti luar, mantel dalam, mantel luar, dan kerak bumi.
Perubahan di bumi disebabkan oleh perubahan iklim dan cuaca. Beberapa pendapat tentang teori perkembangan muka bumi adalah sebagai berikut:
a. Teori Kontraksi
Teori ini diformulasikan oleh James Dana di AS tahun 1847 dan Elie de Baumant di eropa tahun 1952. Secara ringkas mereka berpendapat bahwa kerak bumi mengalami pendinginan sebagai akibat konduksi panas. Dengan demikian permukaan bumi menjadi tidak rata. Bumi dianggap sama seperti buah apel yang apabila bagian dalamnya mengering maka kulitnya mengerut, tidak rata (keriput).
b. Teori Pergeseran Benua
Tahun 1915 Alfred Wegener mengemukakan teorinya yang sangat terkenal di kalangan pakar geologi sampai tahun 60-an. Wegener berpendapat bahwa dahulu mula-mula hanya ada satu benua yang disebut pangea. Kemudian pada permulaan mosoikum benua tersebut mulai bergeser perlahan-lahan kea rah ekuator dan barat, sampai terpecah dan mencapai posisi seperti yang ada sekarang ini. Teorinya ini diperkuat dengan keterangan-keterangan bahwa antara benua-benua misalnya antara Amerika Selatan dengan Afrika ada bukti kesamaan spesies litologi dan palaentologi pada periode Cretaceous di kedua daerah tersebut.
Adapun penyebab gerakan tersebut dikemukakan sebagai akibat dari rotasi bumi yang menghasilkan gaya sentrifugal, sehingga berakibat kecenderungan gerakan kearah ekuator. Selain itu juga adanya gerakan tarik menarik antara bumi dan bulan menghasilkan gerakan kearah barat seperti halnya pada gelombang pasang (bulan bergerak dari arah barat ke timur dalam pergerakannya mengorbit bumi).
c. Teori Konveksi
Teori ini mengemukakan bahwa pada aliran konveksi di dalam lapisan astenosfer yang agak kental, dimana pengaruhnya sampai ke kerak bumi yang ada diatasnya. Kemudian diperluas oleh pakar lainnya bahwa aliran konveksi ini merambat kedalam kerak bumi menyebabkan batuan kerak bumi menjadi lunak. Gerakan aliran dari dalam menyebabkan permukaan bumi menjadi tidak rata.
Salah seorang pengikut teori ini, Hary Hess dari Princenton University pada tahun 1962, mengemukakan hipotesanya tentang aliran konveksi yang sampai ke permukaan bumi di Mid Ocean Ridge. Di puncak Mid Ocean Ridge tersebut lava mengalir terus dari dalam kemudian tersebar kedua sisinya lalu membeku membentuk kerak bumi baru
d. Teori Pergeseran dasar laut
Ahli geologi dasar laut AS, Robert Diesz mengemukakan hipotesa Hess. Perkembangan penelitian topografi dasar laut membawa bukti-bukti baru tentang terjadinya pergeseran dasar laut dari arah punggungan dasar laut kedua sisinya. Penyelidikan umur sedimen dasar laut mendukung hipotesa tersebut dimana makin jauh dari pungggungan dasar laut makin tua umurnya. Berarti ada gerakan yang arahnya dari punggungan dasar laut. Beberapa contoh punggungan dasar laut tersebut adalah: Mid Ocean Ridge, East Pasifik Ridge, Antlantic-Indian Ridge, dan Pasifik-Antlantic Ridge.
4. Mendeskripsikan karakteristik perlapisan bumi
Bagian litosfer yang yang paling atas bagaikan kulit ari pada kulit kita dan merupakan lapisan kerak bumi yang tipis. Lapisan kerak bumi itu terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Kerak bumi yang tebalnya sekitar 40 km
2. Kerak dasar samudra yang tebalnya sekitar 10 km
Litosfer terpecah-pcah menjadi sekitar 12 lempeng. Dinamakan lempeng, karena bagian litosfer itu mempunyai ukuran yang besar di kedua dimensi horizontal (panjang dan lebar), tetapi berukuran kecil pada arah vertical. Lempeng-lempeng itu masing-masing mempunyai gerak pergeseran mendatar. Akibat arah pergeseran yang tidak sama, terjadi tiga jenis batas pertemuan antara lempeng- lempeng itu, yaitu:
a. Daerah Dua Lempeng Saling Menjauh
Di daerah dua lempeng saling menjauh terdapat beberapa fenomena, seperti:
1. Perenganggan lempeng yang disertai pertumbukan kedua tepi lempeng tersebut
2. Pembentukan tanggul dasar samudra disepanjang tempat perenganggan lempeng. Terbentuknya tanggul diakibatkan proses vulkanisme yang bertumpuk sepanjang celah. Tanggul seperti itu terdapat di laut atlantik, memanjang dari kutub utara sampai mendekati kutub selatan. Celah ini menjadikan benua Amerika saling menjauh dengan benua Afrika dan Eropa.
Di Samudra Pasifik terdapat tanggul di bagian tenggara Samudra yang membujur ke utara sampai ke teluk Kalifornia. Di bagian selatan Samudra Hindia, tanggul seperti itu memanjang dari barat ke timur, mendorong lempeng Samudra Hindia atau lempeng Indonesia-Australia kea rah utara. Pergeseran lempeng mendorong anak Benua India yang berasal dari dekat Antartika, bertabrakan dengan lempeng Benua Asia dan menyebabkan pembentukan Gunung Himalaya.
3. Aktivitas vulkanisme laut dalam menghasilkan lava basa berstruktur bantal dan hamparan leleran lava yang encer.
4. Aktivitas gempa di dasar laut dan disekitarnya
b. Daerah Pertemuan Dua Lempeng
Di daerah pertemuan dua lempeng terdapat beberapa fenomena, seperti:
1. Terdapat aktivitas vulkanisme, intrusi dan ekstrusi
2. Merupakan daerah hiposentra gempa dangkal dan dalam
3. Lempeng dasar samudra menujam ke bawah lempeng benua
4. Terbentuk palung laut di daerah tumbukan itu
5. Pembengkakan tepi lempeng benua yang merupakan deretan pegunungan
6. Penghancuran lempeng akibat pergesekan lempeng dan
7. Timbunan sedimen campuran yang dalam geologi dikenal dengan nama batuan bancuh atau melange
c. Daerah Dua Lempeng Saling Berpapasan
Di daerah seperti ini terdapat aktivitas vulkanisme yang lemah disertai gempa yang tidak kuat. Gejala pergeseran itu tampak pada tanggul dasar samudera yang tidak berkesinambungan dan terputus-putus. Akibat dari lempeng yang saling berpapasan adalah terbentuknya lipatan dan juga patahan. Pada lipatan bagian lembah yang turun, dinamakan sinklin dan puncak terangkat dinamakan antiklin. Sebuah patahan dicirikan oleh bidang pergeseran. Pergeseran di daerah patahan mungkin verikal, mendatar, mungkin juga miring tergantung pada arah tenaga penyebabnya. Tenaga patahan dapat berupa tarikan, artinya dua tenaga yang saling menjauh, atau mungkin juga berupa tekanan, artinya dua tenaga saling menekan.
5. Teori Tektonik Lempeng dan Kaitannya dengan Persebaran Gunung Api dan Gempa Bumi
1. Gerakan lempeng
Gerakan lempeng-lempeng yang membentuk bumi menyebabkan terjadinya gempa dan aktivitasnya vulkanisme. Secara umum, gerakan lempeng dibedakan atas gerakan lempeng yang saling bertabrakan, saling menjauh, dan gerakan lempeng yang saling bergesekan.
2. Gejala vulkanisme di Indonesia dan pengarunya terhadap kehidupan penduduk
Gerakan lempeng-lempeng yang membentuk bumi menyebabkan terjadinya gempa dan aktivitas vulkanisme. Teuri tektonik lempeng dapat menjelaskan proses pembentuk gunung api, gejala perlipatan, gejala sesar, dan juga peristiwa terjadinya gempa (terutama gejala tektonik dan vulkanik).
TATA SURYA
Tata Surya (bahasa Inggris: solar system) terdiri dari sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang yang mengelilinginya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, meteor, asteroid, komet, planet-planet kerdil/katai, dan satelit-satelit alami.
Tata surya dipercaya terbentuk semenjak 4,6 milyar tahun yang lalu dan merupakan hasil penggumpalan gas dan debu di angkasa yang membentuk matahari dan kemudian planet-planet yang mengelilinginya.
Tata surya terletak di tepi galaksi Bima Sakti dengan jarak sekitar 2,6 x 1017 km dari pusat galaksi, atau sekitar 25.000 hingga 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Tata surya mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 220 km/detik, dan dibutuhkan waktu 225–250 juta tahun untuk untuk sekali mengelilingi pusat galaksi. Dengan umur tata surya yang sekitar 4,6 milyar tahun, berarti tata surya kita telah mengelilingi pusat galaksi sebanyak 20–25 kali dari semenjak terbentuk.
Tata surya dikekalkan oleh pengaruh gaya gravitasi matahari dan sistem yang setara tata surya, yang mempunyai garis pusat setahun kecepatan cahaya, ditandai adanya taburan komet yang disebut awan Oort. Selain itu juga terdapat awan Oort berbentuk piring di bagian dalam tata surya yang dikenali sebagai awan Oort dalam.
Disebabkan oleh orbit planet yang membujur, jarak dan kedudukan planet berbanding kedudukan matahari berubah mengikut kedudukan planet di orbit.
A. Sejarah Penemuan Tata Surya
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.
Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.
Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.
Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya
Pada 1781, William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.
Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.
Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lain di belakang Neptunus (disebut objek trans-Neptunus) yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).
Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Obyek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki Satelit.
B. Teori Pembentukan Tata Surya
a. Teori Kabut Asal Nebula(Teori Kondensasi): “Nebula adalah kabut gas dan debu yang terutama terdiri dari helium dan hidrogen. Gas dan debu tersebut berputar kemudian memadat.”
b. Teori planetesimal: teori ini menyatakan bahwa suatu ketika sebuah bintang melintasi ruang angkasa dengan cepat dan berada dekat sekali dengan matahari. Daya tarik bintang ini sangat besar sehingga menyebabkan pasang di bagian gas panas matahari
c. Teori Pasang Surut Jeans: “Astronomi Inggris, James Jeans (1877-1946) mengemukakan Tata Surya merupakan hasil interaksi antara bintang lain dan matahari. Perbedaan ide yang ia munculkan dengan ide Chamberlin – Moulton terletak pada absennya prominensa. Menurut Jeans dalam interaksi antara matahari dengan bintang lain yang melewatinya, pasang surut yang ditimbulkan pada matahari sangat besar sehingga ada materi yang terlepas dalam bentuk filamen. Filamen ini tidak stabil dan pecah menjadi gumpalan-gumpalan yang kemudian membentuk proto planet. Akibat pengaruh gravitasi dari bintang proto planet memiliki momentum sudut yang cukup untuk masuk ke dalam orbit di sekitar matahari. Pada akhirnya efek pasang surut matahari pada proto planet saat pertama kali melewati perihelion memberikan kemungkinan bagi proses pembentukan planet untuk membentuk satelit. Pada model ini tampaknya spin matahari yang lambat dikesampingkan karena dianggap matahari telah terlebih dahulu terbentuk sebelum proses pembentukan planet. Selain itu tanpa adanya prominensa maka kemiringan axis solar spin dan bidang orbit matahari-bintang tidak akan bisa dijelaskan. Tahun 1919, Jeans memperbaharui teorinya. Ia menyatakan bahwa saat pertemuan kedua bintang terjadi, radius matahari sama dengan orbit Neptunus. Pengubahan ini memperlihatkan kemudahan untuk melontarkan materi pada jarak yang dikehendaki. Materinya juga cukup dingin, dengan temperatur 20 K dan massa sekitar ½ massa jupiter. Harold Jeffreys (1891-1989) yang sebelumnya mengkritik teori Chamberlin-Moulton juga memberikan beberapa keberatan atas teori Jeans. Keberatan pertamanya mengenai keberadaan bintang masif yang jarang sehingga kemungkinan adanya bintang yang berpapasan dengan matahari pada jarak yang diharapkan sangatlah kecil.
d. Teori Bintang Kembar (lyttleton): “Dahulu matahari merupakan bintang kembar, kemudian salah satunya pecah berkeping-keping. Akan tetapi, karena pengaruh gravitasi bintang yang lain, kepingan tersebut mengitarinya.

e. Teori Awan Debu (kondensasi): bahwa calon tata surya semula merupakan awan yang sangat luas. Awan tersebut terdiri atas debu dan gas kosmos itu diperkirakan berbentuk sebuah piring. Ketidakteraturan dalam awan itu menyebabkan terjadinya perputaran. Debu dan gas yang berputar berkumpul menjadi satu. Sementar debu dan gas terus berputar, hilanglah awannya. Partikel-partikel debu yang keras saling berbenturan, melekat, dan kemudian menjadi planet. Berbagai gas yang terdapat di tengah awan berkembang menjadi matahari.

ANGGOTA TATA SURYA
A. Matahari
Matahari adalah pusat dari tata surya. Ukuran garis tengah matahari adalah 100 kali lebih besar dari bumi, sehingga jika matahari itu kita anggap sebagai wadah kosong, maka matahari bisa menampung lebih dari 1 juta bumi !! Bagi kita matahari itu super buesarrrr, tetapi ternyata di jagat raya matahari termasuk bintang yang ukurannya kecil. Masih ada bintang yang besarnya seratus kali dari matahari !
Jarak matahari dan bumi adalah sekitar 150 juta kilometer. Walaupun jaraknya jauh, panas yang berasal dari matahari masih bisa kita rasakan! Apalagi kalau pada siang hari bolong, kita akan merasakan teriknya matahari. Kalau begitu seberapa panas ya matahari itu ? Suhu di permukaan matahari mencapai 6000C ! Oleh karena itu di dalam matahari tidak ada benda padat. Semuanya berupa gas.
B. Planet
Dengan melihat orbit planet dari bumi, planet dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu planet inferior dan superior. Planet inferior adalah planet-planet yang orbitnya terletak disebelah dalam orbit bumi, yaitu merkurius dan venus. Planet superior adalah planet-planet yang orbitnya terletak disebelah luar orbit bumi, yaitu, planet mars, Jupiter, saturnus, Uranus, neptunus, dan Pluto.
Dalam orbitnya mengelilingi matahari, planet-planet inferior tampak berpindah-pindah kedudukannya dilihat dari bumi. Ini disebabkan konfigurasi planet bumi dan matahari yang selalu berubah. Sudut yang dibentuk oleh posisi planet terhadap matahari dan bumi disebut sudut elongasi. Untuk planet inferior pada saat elongasi nol dan planet berada diantara bumu dan matahati, planet dikatakan dalamkedudukan konjungsi bawah. Setelah mencapai kedudukan ini, planet bergerak kebarat dan sudut yang dibentuk dinamakan sudut elongasi barat. Dengan berjalanya waktu, sudut elongasi planet bertambah besar sampai mencapai suatu harga maksimum, yaitu sudut elongasi barat maksimum. Setelah mencapai harga maksimum, sudut elongasi mengecil lagi sampai menjadi nol, dan pada kedudukan ini planet dikatakan dalam kedudukan konjungsi atas. Setelah posisi ini dicapai, planet bergerak ketimur dan memiliki sudur elongasi timur, dan kemudian juga mencapai suatu harga maksimum, yaitu sudut elongasi timur maksimum. Setelah kedudukan ini dicapai, sudut elongasi mengecil lagi dan akhirnya planet sampai pada kedudukan konjungsi bawah lagi. Waktu yang diperlukan planet untuk mencapai dua kedudukanserupa berturut-turut terhadap matahari dinamakan periode sinodis.
Untuk planet superior keadaanya sedikit berada. Karena orbit planet superior terletak diluar orbit bumi, kedudukan pada sudut elongasi nol hanya dicapai sekali saja, yaitu pada saat konjungsi. Setelah kedudukan ini dicapai sudut elongasi bertambah besar berharga 900, dan dalam kedudukan ini planet dikatakan dalam posisi kuadratur timur. Pada sudut elongasi 1800, setelah kuadratur timur dicapai, planet superior ini dikatakan dalam kedudukan oposisi. Setelah oposisi dicapai, planet bergerak terus sampai pada kedudukan kuadratur barat lagi.
Daftar planet dan jarak rata-rata planet dengan matahari dalam tata surya adalah seperti berikut:
57,9 juta kilometer ke Merkurius

108,2 juta kilometer ke Venus

149,6 juta kilometer ke Bumi

227,9 juta kilometer ke Mars

778,3 juta kilometer ke Jupiter

1.427,0 juta kilometer ke Saturnus

2.871,0 juta kilometer ke Uranus

4.497,0 juta kilometer ke Neptunus

Terdapat juga lingkaran asteroid yang kebanyakan mengelilingi matahari di antara orbit Mars dan Jupiter.
a. Merkurius
Merkurius adalah planet dalam Tata Surya yang paling dekat dengan matahari dan planet terkecil di dalam tata surya. Diameter Merkurius 40% lebih kecil daripada Bumi (4879,4 km), dan 40% lebih besar daripada Bulan. Malahan ukurannya juga lebih kecil daripada bulan Jupiter, Ganymede dan bulan Saturnus, Titan. Merkurius mengorbiti matahari sekali setiap 88 hari.
Permukaan di Merkurius adalah lebih kurang sama dengan permukaan Bulan, contohnya kawah-kawah asteroid dan tebing yang puluhan kilometer tingginya. Di permukaan Merkurius, matahari kelihatan dua setengah kali ganda lebih daripada ukurannya di Bumi. Namun, disebabkan ketiadaan atmosfer, cahaya tidak dapat diserakkan. Akibatnya, langit kelihatan gelap seperti di angkasa lepas. Di permukaan Merkurius juga, Venus dan Bumi kelihatan seperti bintang yang sangat cerah.
b. Venus
Venus adalah planet terdekat kedua dari matahari setelah Merkurius. Planet ini memiliki radius 6.052 km dan mengelilingi matahari dalam waktu 224,7 hari. Venus terdiri dari 97% karbon dioksida (CO2) dan 3% nitrogen, sehingga hampir tidak mungkin terdapat kehidupan. Planet ini memancarkan sinar paling terang oleh karena itu sering disebut Bintang Fajar atau Binjang Senja. Jika langit sedang cerah pada pagi atau senja, lihatlah ke arah matahari terbit (pada pagi hari) atau tenggelam (pada sore hari), kamu akan melihat sebuah benda langit seperti bintang yang bercahaya cukup terang. Itulah planet Venus, bukan bintang. Planet, seperti juga bulan tidak menghasilkan cahaya sendiri. Cahaya planet berasal dari cahaya matahari yang dipantulkannya. Mengapa Venus dapat terlihat lebih terang dibanding planet lainnya ? Penyebabnya adalah karena Venus memiliki atmosfir berupa awan tebal berwarna putih. Atmosfir inilah yang memantulkan cahaya matahari sehingga terlihat berkilau oleh kita di bumi. Venus adalah planet yang paling dekat dengan bumi. Ukurannya pun hampir sama dengan bumi hanya lebih kecil sedikit. Diameternya kira-kira 12100 kilometer (bumi memiliki diameter 12755 kilometer). Venus berotasi sangat lambat. Satu putaran rotasi membutuhkan waktu 243 hari. Sebaliknya Venus masa orbital cukup cepat yakni 225 hari. Jadi di Venus 1 tahun Venus lebih cepat dari pada 1 hari Venus !!
c. Bumi
Bumi adalah planet ketiga. Di sinilah kita manusia hidup. Sampai sekarang kita masih bertanya-tanya apakah kehidupan seperti yang ada di bumi hanya ada di bumi. Jika kita menyadari bahwa jagat raya ini amat luas dan bumi ibarat setetes air di dalam samudra, kemungkinan itu ada. Tetapi untuk lingkup tata surya sudah dapat dipastikan hanya di bumi sajalah terdapat kehidupan yang sangat berkembang. Sebagian besar permukaan bumi berupa lautan yakni 70% dari seluruh permukaan. Sisanya adalah daratan yang tersusun dari dataran, gunung dan lembah. Bumi dilingkupi oleh atmosfer. Sebagian besar atmosfer bumi terdiri dari gas Nitrogen (4/5 bagian), sisanya (1/5 bagian) berupa gas Oksigen. Terdapat pula gas-gas lain tetapi kadarnya sangat kecil.
Walaupun bumi adalah tempat hidup kita, banyak hal tentang bumi yang belum kita ketahui. Rahasia-rahasia yang terkandung di dalam perut bumi dan dari dasar samudra masih banyak yang belum terungkap. Tahukah kalian bahwa umur bumi diperkirakan sudah mencapai 4,5 milyar (4.500.000.000) tahun !! Walaupun bagi ukuran kita, umur bumi sudah sangaaaaaat tua tetapi menurut ukuran jagat raya umur segitu masih tergolong muda, masih anak-anak !!! Bumi memiliki sebuah satelit yakni bulan. Bulan bergerak mengelilingi bumi, dan waktu yang dibutuhkan untuk satu putaran adalah 29,5 hari. Kita dapat melihat dengan jelas bulan pada malam hari karena bulan memancarkan cahaya. Bulan seperti juga planet tidak menghasilkan cahaya sendiri, cahaya tersebut berasal dari matahari yang dipantulkan oleh bulan/planet.
d. Mars
Mars adalah planet terdekat keempat ke Matahari. Lingkungan Mars lebih bersahabat bagi kehidupan dibandingkan keadaan Planet Venus. Namun begitu, keadaannya tidak cukup ideal untuk manusia. Suhu udara yang cukup rendah dan tekanan udara yang rendah, ditambah dengan komposisi udara yang sebagian besar karbondioksida, menyebabkan manusia harus menggunakan alat bantu pernafasan jika ingin tinggal di sana. Misi-misi ke planet merah ini, sampai penghujung abad ke-20, belum menemukan jejak kehidupan di sana, meskipun yang amat sederhana.
Planet ini memiliki 2 buah bulan, yaitu Phobos dan Deimos. Planet ini mengorbit selama 686 hari dalam mengelilingi matahari.
Dalam mitologi Yunani, Mars identik dengan dewa perang, yaitu Aries, putra dari Zeus dan Hera.
e. Yupiter
Jupiter adalah planet terdekat kelima dari matahari setelah Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars.
Jarak rata-rata antara Jupiter dan Matahari adalah 778,3 juta km. Jupiter adalah planet terbesar dan terberat dengan diameter 14.980 km dan memiliki massa 318 kali massa bumi. Periode rotasi planet ini adalah 9,8 jam, sedangkan periode revolusi adalah 11,86 tahun.
Di permukaan planet ini terdapat bintik merah raksasa. Atmosfer Jupiter mengandung hidrogen (H), helium (He), metana (CH4), dan amonia (NH3). Suhu di permukaan planet ini berkisar dari -140oC sampai dengan 21oC. Seperti planet lain, Jupiter tersusun atas unsur besi dan unsur berat lainnya. Jupiter memiliki 63 satelit, di antaranya Io, Europa, Ganymede, Callisto (Galilean moons).
f. Saturnus
Saturnus, planet keenam dalam tata surya kita, terkenal sebagai planet bercincin. Jarak Saturnus sangat jauh dari Matahari. Karena itulah, Saturnus tampak tidak terlalu cerah dari Bumi. Saturnus berevolusi dalam waktu 29,46 tahun. Setiap 378 hari, Bumi, Saturnus, dan Matahari akan berada dalam satu garis lurus. Selain berrevolusi, Saturnus juga berrotasi dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 10 jam 14 menit.
Saturnus memiliki kerapatan yang rendah karena sebagian besar zat penyusunnya berupa gas dan cairan. Inti Saturnus diperkirakan terdiri dari batuan padat. Atmosfer Saturnus tersusun atas gas amoniak dan metana. Hal ini tentu tidak memungkinkan adanya kehidupan di Saturnus.
Cincin Saturnus sangat unik. Ada beribu-ribu cincin yang mengelilingi planet ini. Bahan pembentuk cincin ini masih belum diketahui. Para ilmuwan berpendapat, cincin itu tidak mungkin terbuat dari lempengan padat karena akan hancur oleh gaya sentrifugal. Namun, tidak mungkin juga terbuat dari zat cair karena gaya sentrifugal akan mengakibatkan timbulnya gelombang. Jadi, sejauh ini, diperkirakan yang paling mungkin membentuk cincin-cincin itu adalah bongkahan-bongkahan es meteorit.
Hingga 2006, Saturnus diketahui memiliki 56 buah satelit alami. Tujuh diantaranya cukup masif untuk dapat runtuh berbentuk bola di bawah gaya gravitasinya sendiri. Mereka adalah Mimas, Enceladus, Tethys, Dione, Rhea, Titan (Satelit terbesar dengan ukuran lebih besar dari planet Merkurius), dan Iapetus.
g. Uranus
Uranus adalah planet terjauh ke-7 dari Matahari setelah Saturnus, ditemukan pada 1781 oleh William Hechell (1738-1782). Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Kemudian Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus.
Uranus memiliki jarak dengan Matahari sebesar 2875 juta km. Uranus memiliki diameter mencapai 51.118 km dan memiliki massa 14,54 massa Bumi. Periode rotasi planet ini adalah 17,25 jam, sedangkan periode evolusi adalah 84 tahun. Bentuk planet ini mirip dengan Bulan dengan permukaan berwarna hijau dan biru. Uranus memiliki 18 satelit alami, diantaranya Ariel, Umbriel, Miranda, Titania, dan Oberon.
h. Neptunus
Neptunus merupakan planet terjauh (kedelapan) jika ditinjau dari Matahari.
Neptunus memiliki jarak rata-rata dengan Matahari sebesar 4.450 juta km. Neptunus memiliki diameter mencapai 49.530 km dan memiliki massa 17,2 massa Bumi. Periode rotasssi planet ini adaah 16,1 jam., sedangkan periode revolusi adalah 164,8 tahun. Bentuk planet ini mirip dengan Bulan dengan permukaan terdapat lapisan tipis silikat. Komposisi penyusun planet ini adalah besi dan unsur berat lainnya. Planet Neptunus memiliki 8 buah satelit, di antaranya Triton, Proteus, Nereid, dan Larissa.
i. Planet katai
Planet katai atau planet kerdil (bahasa Inggris: dwarf planet) adalah sebutan bagi benda-benda langit dalam Tata Surya yang sesuai dengan ciri-ciri berikut:
• mengorbit mengelilingi matahari
• mempunyai massa yang cukup untuk memiliki gravitasi tersendiri agar dapat mengatasi tekanan rigid body sehingga benda angkasa tersebut mempunyai bentuk ekuilibrium hidrostatik (bentuk hampir bulat)
• belum "membersihkan lingkungan" (clearing the neighborhood; mengosongkan orbit agar tidak ditempati benda-benda angkasa berukuran cukup besar lainnya selain satelitnya sendiri) di daerah sekitar orbitnya
• bukan merupakan satelit sebuah planet atau benda angkasa nonbintang lainnya
Kategori "planet katai" ini diciptakan pada pertemuan Persatuan Astronomi Internasional pada 24 Agustus 2006. Berdasarkan definisi ini, Pluto harus berubah statusnya dari planet menjadi planet katai karena Pluto belum mengosongkan daerah di sekitar orbitnya (Sabuk Kuiper).
Misteri Pluto
Permukaan Pluto didominasi warna cokelat. Foto ini adalah foto Pluto dengan resolusi permukaan tertinggi hingga kini.
Pluto (nama resmi: 134340) adalah sebuah planet kerdil (dwarf planet) dalam Tata Surya. Sebelum 24 Agustus 2006, Pluto berstatus sebagai sebuah planet dan merupakan planet terkecil dan terjauh (urutan kesembilan) dari matahari.
Pada 7 September 2006, nama Pluto diganti dengan nomor saja, yaitu 134340. Nama ini diberikan oleh Minor Planet Center (MPC), organisasi resmi yang bertanggung jawab dalam mengumpulkan data tentang asteroid dan komet dalam tata surya kita. [1]
Pada 1978 Pluto diketahui memiliki satelit yang berukuran tidak terlalu kecil darinya bernama Charon (berdiameter 1.196 km). Kemudian ditemukan lagi satelit lainnya, Nix dan Hydra.
Setelah 75 tahun semenjak ditemukan, Pluto masih terbalut misteri. Saat ini wahana nirawak New Horizons telah diluncurkan untuk meneliti Pluto dan diperkirakan akan mendekati Pluto dalam jarak terkecil pada Juli 2015.
C. Anggota Tatasurya Bukan Planet
a. Meteor
Meteor adalah penampakan jalur jatuhnya meteoroid ke atmosfer bumi, lazim disebut sebagai bintang jatuh. Penampakan tersebut disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh tekanan ram (bukan oleh gesekan, sebagaimana anggapan umum sebelum ini) pada saat meteoroid memasuki atmosfer. Meteor yang sangat terang, lebih terang daripada penampakan Planet Venus, dapat disebut sebagai bolide.
Jika suatu meteoroid tidak habis terbakar dalam perjalanannya di atmosfer dan mencapai permukaan bumi, benda yang dihasilkan disebut meteorit. Meteor yang menabrak bumi atau objek lain dapat membentuk impact crater.
b. Bulan
Bulan merupakan benda langit terdekat dengan bumi dan beredar mengelilingi bumi dengan arah barat-timur atau arah negatif. Bulan ini juga berputar mengelilingi porosnya dengan kecepatan tertentu. Bulan ini memeliki massa 0.0123 massa bumi, jari-jari 1.737 km dan kerapatan sebesar 3.34gr/cm³. komposisi dari bulan terdiri dari beberapa unsure yaitu,besi, silicon, dan magnesium. Sedangkan teoti pembentukan bulan melalui beberapa proses yaitu, teori fisi, teori penengkapan, teori kondensasi, dan teori tumbukan.
c. Asteroid
Asteoid merupakan benda langit yang mirip dengan bintang dan juga merupakan plaenet yang gagal bentuk, asteroid ini memiliki ukuran yang sangat besar yakni sampai dengan ukuran 1.032, 588, dan 576 km. sampai saat sekarang asteroid yang ditemukan sudah mencapai 18.000 buah dan 5000 sudah ditemukan orbitnya. Jarak antara asteroid-asteroid satu sama lain cukup jauh. Meskipun demikian tumbukan diantara mereka sering terjadi. Akibat dari tumbukan yang berlangsung inilah yang mengakibatka asteroid-asteroid akan semakin mengecil.
Jenis jenis dari asteroid ada empat jenis yaitu, tipe C merupaka asteroid yang gelap, tipe S yang terletak pada bagian dalam sabuk utama, tipe M merupakan asteroid yang terdiri dari logam dan besi, tipe U merupakan asteroid yang tidak termasuk tipe-tipe diatas.
d. Satelit alami
Satelit alami adalah benda-benda luar angkasa bukan buatan manusia yang mengorbit sebuah planet atau benda lain yang lebih besar daripada dirinya, seperti misalnya Bulan adalah satelit alami Bumi. Sebenarnya terminologi ini berlaku juga bagi planet yang mengelilingi sebuah bintang, atau bahkan sebuah bintang yang mengelilingi pusat galaksi, tetapi jarang digunakan. Bumi sendiri sebenarnya merupakan satelit alami Matahari.
Satelit buatan adalah benda buatan manusia yang beredar mengelilingi benda lain misalnya satelit Palapa yang mengelilingi Bumi.
Satelit alami yang terdapat di tata surya
Nama Planet Nama Satelit Alam
Bumi Bulan
Mars Phobos, Deimos
Yupiter Metis, Adrastea, Amalthea, Thebe, Io, Europa, Ganymede, Callisto, Leda, Himalia, Lysithea, Elara, Ankane, Carme, Pashipae, Sinope
Saturnus Pan, Atlas, Prometheus, Pandora, Epimetheus, Janus, Mimas, Enceladus, Tethys, Telesto, Calypso, Dione, Helene, Rhea, Titan, Hyperion, Iepetus, Phoebe
Uranus Cordelia, Ophelia, Bianca, Cressida, Desdemona, Juliet, Portia, Rosalind, Belinda, 1986U10, Puck, Miranda, Ariel, Umbriel, Titania, Oberon, Caliban, 1999U1, Sycorax, 1999U2
Neptunus Naiad, Thalassa, Despina, Galatea, Larissa, Proteus, Triton, Nereid